Running teks

Selamat Datang di Blog Pendidikan dan Informasi, Silahkan dibaca, atau download berbagai materi perkuliahan yang saudara butuhkan...

Rabu, 06 Mei 2015

ANALISIS PEMIKIRAN FILOSOFI DAN TEORI PENDIDIKAN MODERN



ANALISIS PEMIKIRAN FILOSOFI DAN TEORI PENDIDIKAN MODERN

A.    RINGKASAN MATERI

          Teori pendidikan modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam Barnadib, 1982, Mohammad Noor Syam, 1986).

1.  Progresivisme
Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam sebuah realita kehidupan, agar manusia bisasurvive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan (Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Adapun tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges Santayana.
Aliran progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146). Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63). Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup di sekolah saja.
Dengan demikian, sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini, 1991: 24).
Dengan kata lain akal dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge), melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value), sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
Ciri Progresivisme : (a) Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik. (b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut. (c) Lebih tertarik kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup. (d) Pendidikan dipandang sebagai suatu proses. (e) Mencoba menyiapkan orang untuk mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang memadai. (f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan masyarakat bagi humanisasi. (g) Bercorak student-centered. (h) Pendidik adalah motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan. (i) Bergerak sebagai eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau masyarakat.
2.     Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof , menerangkan tentang hakikat social dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Ciri Esensialisme : (a) Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.
3.     Aliran Parenialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepadaperkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik kea rah kematangan. Matang dalam arti hiodup akalnya. Jadi, akl inilah yang perlu mendapat tuntunan kea rah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
(1) Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional. (2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan , aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya memepunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendari, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau di kenal dangan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sedangkan itu aliran rekonsruksinisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia.

B.    BAHASAN

1.     Aliran Progressivisme
Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran progressivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progressivisme dalam semua realita, terutama dalam dalam kehidupan adalah tetap survive (bertahan) terhadap semua tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi kegunaannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang. Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Pada hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan.
Maka Progressivisme adalah aliran-aliran filsafat yang mempertimbangkan tentang masalah-masalah pembaharuan dalam dunia pendidikan yang tujuannya adalah untuk perkembangan yang lebih maju dan bersifat lebih ilmiah sehingga terjadi perubahan baru yang secara nyata bukan hanya sekedar realita tetapi benar-benar nampak fungsi dan kegunaannya. Brubacher menulis : progresif (berkembang maju) adalah sifat ilmiah, kodrati, dan itu berarti perubahan. Dan perubahan berarti suatu yang baru. Progressivisme disebut dengan nama yang berbeda-beda yaitu instrumental, eksperimentalisme, pragmatisme dan environmentalisme.
Progressivisme dinamakan instrumental, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua tantangan dan problem dalam kehidupannya dan untuk kesejahteraan.
1.  Progressivisme dinamakan eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan bahwa asas eksperimen (percobaan ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori.
2.  Progressivisme dinamakan pragmatisme, bahwa suatu keterangan itu benar, kalau kebenaran itu sesuai dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar, kalau kebenaran itu sesuai dengan kenyataan
3.  Progressivisme dinamakan environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian. Lingkungan hidup dengan tantangan-tantangan didalamnya mendorong manusia untuk berjuang, berkembang demi hidupnya.
Latar belakang progressivisme ialah ide-ide filsafat-filsafat Yunani, baik heraklitos maupun Socrates, bahkan juga Pytagoras amat mempengaruhi aliran ini. Ide heraklitos tentang perubahan menjadi asas progressivisme. Ide Socrates yang menyatukan nilai ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip moral juga dianggap berpengaruh atas progressivisme. Karena ilmu berarti kebaikan manusia tercapai, jadi ilmu mempunyai nilai ethis, nilai bina kepribadian. Kaum shopisme terutama Pytagoras, yang menyatakan bahwa kebenaran dan nilai-nilai bersifat relatif menurut waktu dan tempat.
Filosof Francis Bacon telah menanamkan asas metode ekperimen yang kemudian menjadi metode utama dalam filsafat pendidikan progressivisme. John locke, tidak saja teorinya tentang empirisme yang menekankan faktor luar dalam pembianaan kepribadian, tapi juga teorinya tentang asas kemerdekaan, yang menghormati hak asasi manusia sebagai pribadi.  Progresivisme yang lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis. Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan, harus pragmatis memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Di sini kita bisa menganggap bahwa filsafat progressivisme merupakan The Liberal Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka sehingga menuntut untuk selalu maju bertindak secara konstruktif, inovatif dan reformatif, aktif serta dinamis. Untuk mencapai perubahan tersebut manusia harus memiliki pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel, curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded.
Filsafat progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan, dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Progresivisme berkembangan dalam permulaan abad 20 terutama di Amerika Serikat. Progresivisme lahir sebagai pembaharuan dalam dunia (filsafat) pendidikan terutama sebagai lawan terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad kesembilan belas.
Ciri-ciri utama aliran progresivisme ialah didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan dan dapat menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri dengan skill dan kekuatannya sendiri. Pandangan-pandangan progresivisme dianggap sebagai the liberal road to culture. Dalam arti bahwa liberal dimaksudkan sebagai fleksibel, berani, toleran dan bersikap terbuka. Liberal dalam arti lainnya ialah bahwa pribadi-pribadi penganutnya tidak hanya memegang sikap seperti tersebut di atas, melainkan juga selalu bersifat penjelajah, peneliti secara kontinue demi pengembangan pengalaman. Liberal dalam arti  menghormati martabat manusia sebagai subjek di dalam hidupnya dan dalam arti demokrasi, yang memberi kemungkinan dan prasyarat bagi perkembangan tiap pribadi manusia sebagaimana potensi yang ada padanya. Sebagai konsekwensi dari pendapatnya aliran ini kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter.
          Progresivisme sebagai aliran filsafat mempunyai watak yang dapat digolongkan sebagai (1) negative and diagnostic yang berarti bersikap anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk; (2) positive and remedial, yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manusia sebagai subjek yang   memiliki  potensi-potensi alamiah, terutama kekuatan self-regenerative untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidupnya.
          Lingkungan dan pengalaman mendapat perhatian cukup dari aliran ini. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau cita-cita itu tidaklah cukup hanya diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud baik yang lain. Di samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang mempunyai banyak persoalan yang silih berganti. Memang progresivisme, kurang menaruh perhatian sama sekali atas nilai-nilai yang non empiris seperti nilai-nilai supernatural, nilai universal, nilai-nilai agama yang bersumber dari Tuhan.

Ontologi Progresivisme:  
Pandangan ontologi progresivisme bertumpu pada tiga hal yakni asas hereby (asas keduniaan), pengalaman sebagai realita dan pikiran (mind) sebagai fungsi manusia yang unik. Ontologi Progresivisme adalah sebagai berikut:

a.     Asas Hereby ialah adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
b.     Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu. Manusia punya potensi pikiran (mind) yang berperan dalam pengalaman. Eksistensi dan realita mind hanyalah di dalam aktivitas, dalam tingkah laku. John Dewey mengatakan, pengalaman adalah key concept manusia atas segala sesuatu. Pengalaman ialah suatu realita yang telah meresap dan membina pribadi. Pengalaman menurut Progresivisme:
1.  Dinamis, hidup selalu dinamis, menuntut adaptasi, dan readaptasi dalam semua variasi perubahan terus menerus.
2.  Temporal (perubahan dari waktu ke waktu);
3.  Spatial yakni terjadi disuatu tempat tertentu dalam lingkungan hidup manusia;
4.  Pluralistis yakni terjadi seluas adanya hubungan dan antraksi dalam mana individu terlibat. Demikian pula subyek yang mengalami pengalaman itu, menangkapnya, dengan seluruh kepribadiannya degnan rasa, karsa, pikir dan pancainderanya. Sehingga pengalaman itu bersifat pluralistis.
c. Pikiran (mind) sebagai fungsi manusia yang unik
      Manusia hidup karena fungsi-fungsi jiwa yang ia miliki. Potensi intelegensi ini meliputi kemampuan mengingat, imaginasi, menghubung-hubungkan, merumuskan, melambangkan dan memecahkan masalah serta komunikasi dengan sesamanya. Mind ini ialah integrasi di dalam kepribadian, bukan suatu entity (kesatuan lahir) sendiri. Eksistensi dan realita mind hanyalah di dalam aktivitas. Mind adalah apa yang manusia lakukan. Mind pada prinsipnya adalah berperan di dalam pengalaman.

Epistemologi Progresivisme:     
Pandangan epistemologi progresivisme ialah bahwa pengetahuan itu informasi,  fakta, hukum, prinsip, proses, dan kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan-catatan. Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktik, maka makin besar persiapan kita menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Kebenaran adalah kemampuan suatu ide memecahkan masalah, kebenaran adalah konsekuen daripada sesuatu ide, realita pengetahuan dan daya guna dalam hidup (Mohammad Noor Syam, 1986; Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2002).
Aksiologi Progresivisme:
Dalam pandangan progresivisme di bidang aksiologi ialah nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian menjadi mungkin adanya saling hubungan. Jadi masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari individu-individu (Imam Barnddib, 1982). Nilai itu benar atau tidak benar, baik atau buruk apabila menunjukkan persesuaian dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
          Pandangan pendidikan progresivisme menghendaki yang progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan hendaklah bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimuli-stimuli.           Menganai belajar, progresivisme memandang  peserta didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan yang bersifat kreatif dan dinamis, peserta didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan problem-problemnya. Sedangkan bidang kurikulum progresivisme memandang  bahwa selain kemajuan, lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Untuk itu filsafat progresivisme menunjukkan dengan konsep dasarnya, jenis kurikulum yang program pengajarannya dapat mempengaruhi anak belajar secara edukatif baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Tentunya dibutuhkan sekolah yang baik dan kurkulum yang baik pula.

Ciri-ciri Utama Progresivisme:
  1. Pendidikan dianggap mampu merubah dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia bagi masa depan.
  2. Percaya bahwa manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dengan skill dan kekuatan mandiri.
  3. Progress yang menjadi inti perhatiannya, maka ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan, yaitu ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
  4. Progresivisme adalah satu filsafat transisi antara dua konfigurasi kebudayaan yang besar. Progresivisme adalah rasionalisasi mayor daripada suatu kebudayaan yakni (1) perubahan yang cepat dari pola-pola kebudayaan Barat yang diwarisi dan dicapai dari masa ke masa, (2) perubahan yang cepat menuju pola-pola kebudayaan baru yang sedang dalam proses pembinaan untuk masa depan.
  5. Progresivisme sebagai ajaran filsafat merupakan watak yang dapat digolongkan ke (1) negative and diagnostic yakni bersikap anti terhadap otoritarialisme dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti agama, moral, sosial, politik dan ilmu pengetahuan, (2) positive and remedial yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manusia sebagai subyek yang memiliki potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regenarative (diperbaharui sendiri) untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidup.

Asas Belajar Progresivisme (Anak dan Lingkungannya)
Anak adalah organisme yang mengalami satu proses pengalaman sebab ia bagian integral dari lingkungannya dengan peristiwa-peristiwa antar hubungan, perasaaan, pikiran dan benda-benda. Lingkungan selalu berubah, anak tidak berarti berubah, karena ida memiliki identitas diri yang berkemampuan. Proses pendidikan terutama dipusatkan untuk latihan dan penyempurnaan intelegensi. Dasar untuk berfungsinya pendidikan itu terutama bersumber pada pandangan-pandangan ilmu jiwa khususnya psikologi belajar. Menurut Progresivisme psikologi belajarnya ada enam prinsip (six genaraions) yaitu:
  1. Ilmu jiwa harus secara praktis membina dan membimbing proses pendidikan sejalan dengan prinsip-prinsip filsafat Pragmatisme. Sifat dinamis, perubahan-perubahan alamiah, harus dimengerti pula adanya pada kodrat anak; keadaaan sensitif, responsif, semangat, hasrat ingin tahu dan dorongan menyelidiki harus dibantu perkembangannya oleh kondisi-kondisi lingkungan sekolah secara positif.
  2. Belajar sesungguhnya adalah pengalaman yang wajar. Dalam proses belajar sama dengan to solve the problem yang mengganggu organisme. Dengan proses itu tidak saja gangguan-gangguan itu diakhiri, tetapi juga terbentuklah response baru dalam pola perkembangan pribadi anak.
  3. Dalam proses belajar harus disadari bahwa aktif adalah the whole child dan bukan hanya mind saja. Seluruh struktur tingkah laku adalah pula perwujudan dari seluruh aspek kepribadiannya secara utuh.
  4. Lingkungan anak sama fundamentalnya dengan kodrat dirinya sendiri. Diri anak adalah bagian dari lingkungannya. Keduanya ada dalam antar hubungan saling pengaruh mempengaruhi dalam proses perubhan, dan perkembangan.
  5. Fungsi belajar selalu berkembangan menurut level dan kompleksitasnya dan tingkat tertinggi dari fungsi itu ialah integrasi.
  6. Aliran ini terutama menekankan peranan lingkungan dalam pembinaan pribadi. Teori tingkah laku yang tersimpul dalam asas kausalitas, asas response yang mengikuti stmulus-stimulus-response, akan berkembangan lebih efektif hanya melalui latihan.       
  7. Teori belajar aliran ini disimpulan:
a.   Enterest, minat anak
b.   Effort, usaha berupa self-activity
c.    Purpose, tujuan yang jelas untuk apa belajar, gunanya
d.   Intelegence, adalah potensi untuk mengerti, memecahkan problem, komunikasi dan daya cipta
e.   Habit, kebiasaan yang sudah ada, dan pembinaan pola-pola kebiasaan baru yang lebih efektif
f.     Growt, pengalaman-pengalaman harus mendorong perkembangan pribadi, demikian seterusnya
g.    Organisim, anak adalah satu unity organism, itu belajar dengan whole child, baik pisik maupun rohani
h.   Culture, lingkungan alamiah adalah realita yang dalam batas-batas tertentu dapat dibina manusia. Lingkungan sosial budaya adalah produk karya dan cipta manusia.
Tokoh-tokoh aliran ini antara lain John Dewey, William James, Harace Mann, Francis Parkaer, dan Felix Adler (Imam Barnadib, 1982).
Progresivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan, kurang ke masa silam. Jika dikaitkan dengan spektrum kesejarahan, aliran ini melihat keagungan atau kecemasan masa lampau itu sebagai tamsil ibarat untuk diterjemahkan bagi masa sekarang atau masa depan. Yang baik untuk dijadikan modal perjuangan sedangkan yang kurang baik digunakan sebagai dasar untuk mencegah tidak terulangnya dikemudian hari.
          Kurikulum yang dikehendaki ialah yang mempunyai nilai edukatif. Kurikulum yang disusun sedemikian rupa hingga mampu menjadi wahana pengembangan bakat pada umumnya dan kecerdasan pada khususnya dari subyek didik secara penuh. Kurikulum yang mempunyai ruang lingkup pengetahuan dan keterampilan utama yang telah lazim dikenal sebagai membaca, menulis dan arithmatika (Imam Barnadib, 1988).
          Menurut Imam barnadib bahwa teori sumber daya manusia disusun atas dasar ciri-ciri pandangan yang terdapat pada progresivisme dengan dua komponen pendukungnya yaitu seleksi natural dan eksperimentalisme. Seleksi natural memberikan ciri pandangan bahwa pendidikan adalah penyesuaian, dan eksprimentasi yakni pendidikan itu mencoba, berupaya, dan berjuang. Di samping itu teori ini juga diberi warna oleh liberalisme dan pragmatisme.
          Ide-ide sentral teori ini berkisar pada penerapan dari konsep-konsep rasionalitas, kebebasan, dan kesamaan. Pendidikan adalah distribusi demokratis dari rasionalitas, dengan perlakuan yang berimbang antara kebebasan dan kesamaan pada subyek didik. Yang dimaksud dengan berimbang juga antara hak dan kewajiban. Agar gagasan-gagasan tersebut dapat tercapai, kurkulum disusun hendaknya berkisar pada pengetahuan-pengetahuan dasar dengan perluasan dan pendalaman baik secara akademik maupun profesional. Selanjutnya, agar bakat dan minat subyek didik dapat dipenuhi, seyogyanya tidak diadakan pemisahan antara kurikulum akademik dan vokasional serta teknologi (Imam Barnadib, 1988).

Pandangan Progresivisme Tentang Pendidikan
Progresivisme dalam pendidikan adalan bagian dari gerakan revormasi umum social-politik yang menandai kehidupan Amerika. Progresivisme sebagai sebuah teori muncul sebagai bentuk reaksi terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan suasana klasik peradaban barat. Pada dasarnya teori ini menekankan beberapa prinsip. Adapun prinsipnya yaitu:
  1. Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
  2. Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
  3. Perfan guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, ataupengarah.
  4. Sekolah adalah masyarakat kecil dari masyarakat besar.
  5. Sekolah harus kooperatif dan demokratif
  6. Aktivitas lebih focus pada pemecahan masalah, bukan untuk pengajaran materi kajian.

Pertama, Pendidikan. Pendidikan menurut progresivisme proses pendidikan memiliki dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada pada anak didik yang akan di kembangkan. Psikologinya seperti yang berpangaruh di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pregmatisme. Dari segi sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus dibimbingnya.
Dewey mengatakan tenaga-tenaga itu harus diabdikan pada masyarakat atau kehidupan social, jadi mempunyai tujuan social. Maka pendidikan adalah proses social dan sekolah adalah suatu lembaga sosial. Tujuan umum pendidikan adalah masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang-bidang studi seperti IPA, Sejarah, Ketrampilan,serta hal-hal lain yang berguna atau dirasakan langsung oleh masyarakat. Metode scientific lebih dipentingakan dari pada memorisasi. Praktek kerja di laboratorium, bengkel, kebun, atau sawah merupakan bagian yang di anjurkan dalam rangka terlaksananya ‘learning by doing’ (belajar sambil bekerja, terintegrasi dalam unit). 

Kedua, Kurikulum, Kurikulum sebagai jantung pendidikan tidak saja dimaknai sebagai seperangkat rangkaian mata pelajaran yang ditawarkan sebagai gaet dalam sebuah program pendidikan disekolah, tetapi sesungguhnya kurikulum mengandung arti lebih luas, oleh karenannya banyak pakar memaknai kurikulum dengan titik tekan yang berbeda. Ambil contoh Hirtsdan petters menekankan pada aspek fungsional yakni kurikulum diposisikan sebagai rambu-rambu yang menjadi acuan dalam proses belajar mengajar. Sedangkan musgave menekankan pada ruang lingkup pengalaman belajar yang meliputipengalaman di luar amupun di dalam sekolah.pendapat musgave ini seirama dengan pendapat romine Stephen yang mengatakan bahwa kurikulum menyakup segala materi pelajaran, aktivitas dan pengalaman anak didik, dimana ia berada dalam control lembaga pendidikan, baik yang terjadi di luar maupun yang di dalam kelas.
Dengan dua ragam penekanan arti kurikulum di atas dapat di pahami bahwa karena kurikulum berfungsi sebagai rambu-rambu dalm proses pembelajaran, kurikulum harus bersifat luwes sesusai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu kurikulum harus harus disusun berdasarkan realitas kehidupan dan pengalaman sehari-hari peserta didik, di sesuaikan dengan minat peserta didik, bukan atas dasar selera guru. Progresivisme sebagai salah satu aliran dalam filsafat pendidikan  ingin mengembangkan ‘child centered curriculum’, artinya pendidikan diorientasikan pada pengembangan individu anak didik, memberikan mereka kebebasan berkreasi, beraktivitas, dan berkembang sebagai pribadi mandiri  dengan jalan memberi penghayatan-penghayatan emosional, intelektual, dan social yang seluas dan sekaya mungkin. Menurut William H. Kilpatrick, kurikulum yang baik didasarkan pada tiga prinsip: pertama, peningkatan kualitas hidup anak sebaik-baiknya menurut tingkat perkembangan. Kedua, menjadikan kehidupan actual kea rah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan menyeluruh. Ketiga, mengembangkan aspek kreatifitas kehidupan yang merupakan tolok ukur utama bagi keberhasilan sekolah, hingga anak didik berkembang dalam kemampuannya yang actual, secara aktif memikirkan hal-hal baru untuk dipraktikkan dalam bertindak secara bijaksana melalui pertimbangan yang matang.
Dari bernagai pandangan tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa sesungguhnya kkurikulum pendidikan progresivisme menekankan pada ‘how to think’ dan ‘how to do’, bukan what to think dan what to do artinya lebih menekankan dan mengutamakan metode daripada materi. Tujuannya adalah memberikan individu kemampuan yang memungkinkannya uuntuk berinteraksi denegan lingkungan sekitar yang selalu berubah. Dengan menekankan pada aspek metodologi kurikulum  yang disusun berlandaskan filosofis progresivisme, akan dapt menyesuaikan situasi dan kondisi, luwes atau fleksibel dalam menghadapi perubahan, serta familiar terhadap masa kini. Progresifisme memandang masa lalu sebagai cermin untuk memahami masa kini dan masa kini sebagai landasan bagi masa yang akan datang.

Ketiga, Pendidik. Guru menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai penasihat, pembimbing, pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat berbuat apa saja (otoriter) terhadap muridnya. Sebagai pembimbing karena guru mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang banyak di bidang anak didik maka secara otomatis semestinya ia akan menjadi penasihat ketika anak didik mengalami jalan buntu dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran utama pendidik adalah membantu peserta didik atau murid bagaimana mereka harus belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga pesrta didik akan berkembang menjadi orang dewasa yang mandiri dalam suatu lingkungannya yang berubah. Menurut John Dewey, guru harus mengetahui ke arah mana anak akan berkembang, karena anak hidup dalam lingkungan yang senantiasa terjadi proses interaksi dalam sebuah situasi yang silih berganti dan sustainable (berkelanjutan). Prinsip keberlanjutan dalam penerapannya berarti bahwa masa depan harus selalu diperhitungkan di setiap tahapan dalam proses pendidikan. Guru harus mampu menciptakan suasana kondusif di kelas dengan cara membangungun kesadaran bersama setiap individu di kelas tersebut akan tujuan bersama sesuai dengan tanggungjawab masing-masing dalam konteks pembelajaran di kelas, serta konsisten pada tujuan tersebut.
Dengan argumentasi di atas, sesungguhnya Dewey telah meletakkan amanat dan tanggungjawab yang berat kepada guru. Karena alasan inilah ia tergelincir dalam pernyataan hiperbolanya dengan menggunakan bahasa Injil-Sosial dengan mengatakan bahwa “guru sebagai penjaga pintu kerajaan Allah yang sesungguhnya”.  Teori progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas pendidik sebagai pembimbing aktivitas anak didik dan berusaha memberikan kemungkinan lingkungan terbaik untuk belajar. Sebagai Pembimbing ia tidak boleh menonjolkan diri, ia harus bersikap demokratis dan memperhatikan hak-hak alamiah peserta didik secara keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis dengan keyakinan bahwa memberi motivasi lebih penting dari pada hanya memberi informasi. Pendidik atau guru dan anak didik atau murid bekerja sama dalam mengembangkan program belajar dan dalam aktualisasi potensi anak didik dalam kepemimpinan dan kemampuan lain yang dikehendaki.
Dengan demikian dalam teori ini pendidik/guru harus jeli, telaten, konsisten (istiqamah), luwes, dan cermat dalam mengamati apa yang menjadi kebutuhan anak didik, menguji dan mengevaluasi kepampuan-kemampuannya dalam tataran praktis dan realistis. Hasil evaluasi menjadi acuan untuk menentukan pola dan strategi pembelajaran ke depan. Dengan kata lain guru harus mempunyai kreatifitas dalam mengelola peserta didik, kreatifitas itu akan berkembang dan berfariasi sebanyak fariasi peserta didik yang ia hadapi.

Keempat, Peserta didik. Teori progresivisme menempatkan pesrta didik pada posisi sentral dalam melakukan pembelajaran. karena murid mempunyai kecenderungan alamiah untuk belajar dan menemukan sesuatu tentang dunia di sekitarnya dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu yang harus terpenuhi dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan tersebut akan memberikan kepada murid suatu minat yang jelas dalam mempelajari berbagai persoalan.  Anak didik adalah makhluk yang mempunyai kelebihan dibanding dengan makhluk-makhluk lain karena peserta didik mempunyai potensi kecerdasan yang merupakan salah satu kelebihannya. Oleh karenanya setiap murid mempunyai potensi kemampuan sebagai bekal untuk menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahannya.
Tugas guru adalah meningkatkan kecerdasan potensial yang telah dimiliki sejak lahir oleh setiap murid menjadi kecerdasan realitas dalam lapangan pendidikan untuk dapat merespon segala perubahan yang terjadi di lingkungannya. Secara institusional sekolah harus memelihara dan manjamin kebebasan berpikir dan berkreasi kepada para murid, sehingga mereka memilki kemandirian dan aktualisasi diri, namun pendidik tetap berkewajiban mengawasi dan mengontrol mereka guna meluruskan kesalahan yang dihadapi murid khusunya dalam segi metodologi berpikir.
Dengan demikian prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah sikap aktif, dan kreatif, bukan hanya menunggu seorang guru mengisi dan mentransfer ilmunya kepada mereka. Murid tidak boleh ibarat “botol kosong” yang akan berisi ketika diisi oleh penggunanya. Jika demikian yang terjadi maka proses belajar mengajar hanyalah berwujud transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid, dan ini tidak akan mencerdasakan sehingga dapat dibilang tujuan pendidikan gagal.
 
Pandangan Progressifisme tentang budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan menifestasinya sepanjang sejarah dikenal sebagai milik manusia yang tidak kaku. Ia selalu berkembang dan berubah. Filsafat progressivisme menganggap bahwa pendidikan telah mampu mengubah dan membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman, sekaligus menolong manusia menghadapi transisi zaman tradisional untuk memasuki zaman modern.
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis, manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju. Pada zaman purbakala, manusia hidup di pohon-pohon atau gua-gua. Hidup mereka hanya tergantung dengan alam. Alamlah yang mengendalikan manusia. Namun karena sifat keingintahuan manusia yang terus berkembang, makin lama daya rasa, cipta dan karsa manusia dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna. Alamlah yang dikendalikan oleh manusia. Hidup manusia tidak lagi di pohon-pohon atau gua-gua. Dengan potensi akalnya, manusia telah membangun gedung-gedung yang menjulang tinggi, rumah-rumah mewah dan apartemen-apartemen.
Dengan rangsangan-rangsangan dari lingkungan, terutama lewat pendidikan, potensi manusia untuk berpikir, berkreasi, berbudaya, dan sebagainya akhirnya dapat berkembang.
Filsafat progressivisme, yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah memengaruhi pendidikan dengan pembaruan-pembaruan pendidikan
untuk maju. Sehingga semakin tinggi tingkat berpikirnya, manusia semakin tinggi pula tingkatbudaya dan peradaban manusia. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang maju.

Tokoh-tokoh Aliran Progresivisme
  1. William James ( 1842-1910 )
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan menempatkannya da atas dasar ilmu prilaku.
  1. John Dewey ( 1859-1952 )
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih menekankan kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Cild Centered Curiculum”, dan “Cild Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
  1. Hans Vaihinger ( 1852-1933 )
Hans Vaihinger menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan objeknya mungkin dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian didunia.

2. Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney, seorang ahli sosiologi dan filosof , menerangkan tentang hakikat social dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Ciri Esensialisme : (a) Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains, seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan masyarakat teknis.
Filsafat Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsp-prinsip Esensialisme adalah :
  1. Esesialisme berakar pada ungkapn realisme objektif dan idealisme objektif  yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hokum alam sehingga tugas manusia memahami hokum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
  2. Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil.
  3. Nilai kebenaran bersifat korespondensi, berhubungan antara gagasan fakta secara objektif.
Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merfleksikan humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.
Aliran essensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Essensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-cirinya yang berbeda dengan progressivisme. Dasar pijakan aliran pendidikan ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-niiai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata nilai yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Nilai-nilai yang dapat memenuhinya adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad belakang. Sejak zaman Renaissance, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangarr essensialisme awal. Sedangkan puncak dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke-l9.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak essensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung essensialisme, namun tidak melebur menjadi satu dan tidak melepaskan karakteristiknya masing-masing.
Dengan demikian, Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut essensialisme. Essensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tujuannya adalah mengenai alam dan dunia fisik. Sedangkan idealisme modern, sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Menurut John Butler, alamiah yang pertama-tama dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari pengalaman terletak pada dunia fisik yang menghasilkan pengindraan dan persepsi-persepsi yang tidak hanya bersifat mental. Dengan kata lain, di sini jiwa dapat diibaratkan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang berasal dari dunia fisik.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi ide-ide. Di balik dunia fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas, yaitu Tuhan yang menciptakan kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Tuhan menguji dan menyelidiki ide-ide manusia sehingga manusia dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri (lmam Barnadib, 7987: 40).
Dengan demikian, idealisme modern adalah suatu ide manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit. Dengan menguji dan menyelidiki semua ide manusia, maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang berdasarkan kepada sumber yang ada pada AllahSwt.
a. Pandangan Ontologi Essensialisme
Sifatyang menonjol dari ontologi essensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata nilai yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada cela pula. Dengan kata lain, bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam yang ada.
Tujuan umum aliran essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan. Dalam sejarah perkembangannya, kurikulum essensialisme menerapkan berbagai pola idealisme dan realisme.
Realisme yang mendukung essensialisme disebut realisnme objekdf. Realisme objektif mempunyai pandangan yang sistematis mengenai alam dan tempat manusia di daiamnya. Ilmu pengetahuan yang mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan tata nilai yang khusus. Dengan demikian, suatu kejadian yang paling sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam, salah satunya adalah daya tarik bumi. Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang sangat besar.
Idealisme objektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis ketimbang realisme objektif. Pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh, meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, maka idealisme objektif menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan adanya sintesis antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai sintesis ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa setiap tingkat kelanjutan dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari ekspresi berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengatur secara dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak.
Ciri lain mengenai penafsiran idealismne tentang sistem dunia tersimpul dalam pengertian-pengertian makrokosmos dan mikrokosmos. Mikrokosmos menunjuk pada keseluruhan alam semesta dalam arti susunan dan kesatuan kosmis. Mikrokosmos menunjuk pada fakta tunggal pada tingkat manusia. Manusia sebagai individu merupakan bagian yang ticlak terpisahkan dari alam semesta. Pengertian mengenai makrokosmos dan mikrokosmos merupakan dasar pengertian mengenai hubungan antara Tuhan dan manusia.

b. Pandangan Epistemologi Essensialisme
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi essensialisme. Sebab, jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi pengetahuanya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial dan agama.
1) Kontroversi jasmaniah rohaniah
Perbedaan idealisme dan realisme adalah karena yang pertama menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita. Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide, rohaniah. Sebaliknya, realis berpendapat bahwa kita hanya mengetahui suatu realita di dalam melalui jasmani. Bagi sebagian penganut realisme, pikiran itu bersifat jarsmaniah sehingga tunduk kepada hukum-hukum fisik.
Dengan demikian, unsur rohani dan jasmani merupakan realita kepribadian manusia. Untuk mengerti manusia, baik filosofis maupun ilmiah, haruslah melalui hal tersebut dan pendekatan rangkap yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
2) Pendekatan idealisme pada pengetahuan
a) Kita hanya mengerti rohani kita sendiri, tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain" Sebab kesadaran kita, rasio manusia adalah bagian dari rasio Tuhan Yang Maha Sempurna.
b) Menurut T.H Green, pendidikan personalisme itu hanya melalui introspeksi. Padahal manusia tidak mungkin mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan. Karena itu, setiap pengalaman mental pasti melalui refleksi berbagai macam pengalaman.
c) Dalam filsafat religius yang modern, ada teori yang mengatakan bahwa sesuatu yang dimengerti adalah karena resonansi pengertian Tuhan.
3) Pendekatan realisme pada pengetahuan
Dalam hal ini, terdapat beberapa pendekatan. Pertama, teori asosiasionisme. Teori ilmu jiwa asosiasi ini dipengaruhi oleh filsafat empirisme John locke. Pikiran atau ide-ide dan isi jiwa adalah asosiasi unsur-unsur pengindraan dan pengamatan. Penganut teori asosiasi juga menggunakan metode instrospeksi yang dipakai oleh kaum idealis. Sedangkan asosiasi, menurut beberapa filsuf Inggris, adalah gagasan atau isi jiwa itu terbentuk dari asosiasi unsur-unsur berupa kesan-kesan atau tanggapan yang dapat diumpamakan sebagai atom-atom dari jiwa.
Kedua, teori behaviorisme. Aliran ini berkesimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental tercermin pada tingkah laku, sebab manusia sebagai suatu organisme adalah totalitas mekanisme biologis. Dengan demikian, usaha untuk memahami hidup mental seseorang berarti harus memahami organisme. Pemahaman mengenai organisme ini berarti memasuki lapangan neurologis, dengan demikian masalah ini tidak dapat dipisahkan dari lapangan pengalaman.
Menurut behaviorisme, masalah pengetahuan (yang dapat ditanggap oleh manusia) tidak dapat dipisahkan dari proses penanaman kondisi. Untuk itu, dikembangkanlah teori sarbon. Suatu penghayatan kejiwaan terdiri dari proses yang paling sederhana yang terdiri dari rangsangan (stimulus) dari luar (pribadi seseorang), yang disambut dengan tanggapan tertentu (respons). Respons dan tanggapan menjadi suatu kesatuan (sarbon). Proses selanjuhrya, peristiwa kejiwaan akan saling berhubungan antara unsur-unsllr dalam berbagai bentuk dan cara yang disebut assosinism.
Ketiga, teori koneksionisme. Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia, terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola hubungan-hubungan antara stimulus dan respons. Dan manusia dalam hidupnya selalu membentuk tata jawaban dengan jalan memperkuat atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respons. Dengan demikian, terjadi gabungan-gabungan hubungan stimulus dan respons yang selalu menunjukkan kualitas yang tinggi-rendah atau kuat-lemah. Di samping dapat menggabungkan pandangan asosianisme dan behaviorisme, koneksionisme juga dapat menunjukkan bahwa dalam hal belajar, perasaan yang dimiliki oleh manusia mempunyai peranan terhadap berhasil tidaknya belajar yang dilakukan.

4) Tipe epistemologi realisme
Ada beberapa tipe epistemoiogi realisme. Di Amerika Ada dua tipe yang utama. Pertama, neorealisme. Secara psikologis, neorealisme lebih erat dengan behaviorisme. Baginya pengetahuan diterima, ditangkap langsung oleh pikiran dunia realita" Itulah sebabnya neorealisme menafsirkan badan sebagai respons khusus yang berasal dari luar dengan sedikit atau tanpa adanya proses intelek. Kedua, aliran ini menyatakan bahwa media antara intelek dengan realita adalah seberkas pengindraan dan pengamatan.

c. Pandangann Aksiologi Essensialisme
Pandangan ontologi dan epistemologi sangat memengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme. Dengan kata iain, essensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
1) Teori nilai mnenurut idealisme
Penganut idealisme berpendapat bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika interaktif dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang, haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk ini, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan keindahan, baik pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.
George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesis dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, tetap saja diakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (dalam memilih, melaksanakan). 2) Teori nilai-nilai menurut realisme Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup. Dalam masalah baik buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya, realisme bersandarkan pada keturunan dan lingkungan. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari lingkungan.
d. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme sebagai falsafah hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada taraf permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif, dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant (Zuhairini,1991:21), segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indra memerlukan unsur apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semu itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang dengan sendirinya sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri (Poejawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. Finney, seorang filsuf dan ahli sosioiogi, menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif. Hal ini berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah ditentukan dan diatur oleh alam sosial. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah, dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Dengan demikian, pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas. Pertama, determinsme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya. Jadi, harus ada yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti dengan penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis. Kedua, determinisme terbatas, yang memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai belajar. Kendati pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan penguasaan terhadap semua hal, namun kemampuan akan pengawasan tetap saja diperlukan
e. Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaknya berpangkal pada landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber atas pandangan inilah kegiatan pendidikan dilakukan.
Kurikulum, menurut Herman Harrel Horne dalam Jalaluddin dan Abdullah Idi (2006), hendaknya bersendikan atas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan cita-cita masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini, kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, sejalan dengan fundamen-fundamen yang teiah ditentukan.
Menurut Bogoslousky, selain ditegaskan dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum juga dapat diibaratkan sebuah rumah yang mempunyai empat bagian.
Pertama, universum. Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
Kedua, sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan sivilisasi, manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, serta hidup aman dan sejahtera.
Ketiga, kebudayaan. Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup di antaranya filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
Keempat, kepibadian. Pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaknya diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk itu, perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci. Sedangkan Dernihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi. (Jalaluddin dan Abdullah Idi,2006)
Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu sama lain, disusun dari paling sederhana sampai pada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diibaratkan seperti susunan alam, yang sederhana merupakan fundamen atau dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi, bila kurikulum disusun atas dasar pikiran demikian, tentunya ia akan menjadi harmonis.
3. Aliran Perennialisme
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat pendidikan.
Menurut perenialisme, ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan kepadaperkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn adalah mempersiapkan anak didik kea rah kematangan. Matang dalam arti hiodup akalnya. Jadi, akl inilah yang perlu mendapat tuntunan kea rah kematangan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung, anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
(1) Perennial Religius: Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan proposisional. (2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.
Tempat Asal Aliran Perenialisme Dikembangkan
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini,kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun peraktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang ( zaman modern ) ini terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan ke masa lampau .
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan .
Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbullah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang berdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.

Tokoh-Tokoh Aliran Perealisme
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosofhia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia ( rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata ) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jika sikap untuk kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.

Pandangan Perealisme di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistimologi thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistimologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar dimasa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.

Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni :

1.      Anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2.      Mereka telah memikirkan peristiwa-peristiwa dan karya-karya tokoh tersebut untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan ( reverensi ) zaman sekarang.

Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan karya-karya buah pikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik kearah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberiakn pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran ( pengetahuan ) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.

4.  Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan , aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya memepunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendari, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau di kenal dangan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sedangkan itu aliran rekonsruksinisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia.
Tokoh-Tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Caroline Pratt, Geaoge Count, Harold Rugg.
Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakn kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Kata Rekonstruksionisme bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Ciri Rekonstruksionisme : (a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian problema sosial yang signifikan. (b) Mengkritik pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist. (c) Pendidikan perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu diciptakan. (d) Pesimis terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan. (e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya. (f) Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).
C.    TANGGAPAN

Setiap aliran-aliran filsafat ini mempunyai pengertian tersendiri yang dapat dipelajari, diamati bahkan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap aliran mempunyai makna yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membuat pendidikan yang lebih baik lagi, maka dari itu baik siswa maupun guru dapat menela’ah secara baik dan apa saja yang pantas untuk dipelajari dan dikembangkan. Aliran ini juga mengajarkan kita dapat menghargai dan mengenal nilai-nilai budaya yang telah ada sejak peradaban umat manusia.
Disamping itu saya berasumsi bahwa
  1. Progresifisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu,dan sangatlah berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad ke 20
  2. Filsafat Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia
  3. Progresivisme sebagai sebuah teori muncul sebagai bentuk reaksi terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan suasana klasik peradaban barat. Pada dasarnya teori ini menekankan beberapa prinsip.
  4. Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif.

D.    KESIMPULAN
Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan mengenai analisis filosofikal dari filsafat pendidikan pembelajaran  antara lain :
1.  Filsafat pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubung­an yang erat sekali dan tak terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam sistem pendi­dikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
2.  Dengan  mengetahui tentang analisis filosofinnya kita dapat bahwa pendidikan akan mengubah cara pandang manusia dalam menyikapi permasalahan.
3.  Aliran-aliran filsafat modern mengembangkan ilmu filsafat dalam mempermudah mempelajari dan memahami ilmu pengetahuan.
4.  filsafat pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma dan atau ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.




DAFTAR KEPUSTAKAAN

Muhmidayeli.  2011. Filsafat Pendidikan. Bandung : Rafika Aditama.
Juhana S. Pradja. Filsafat Manajemen. Bandung : Pustaka Setia.
Jalaludin dan Idi Abdullah.1997. Filsafat Pendidikan : Manusia Filsafat dan Pendidikan. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Barnadib, Imam. 2002. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Adi Cita Karya Nusa.
Juhana S. Praja. 1997. Aliaran – aliran Filsafat dan Etika. Bandung : Yayasan Piara.
Noeng Muhajir. 1998. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake sarasin.
Al-Syaibani.1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Arifin, M. 1993. Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara.
Dinn Wahyudin,Drs.M.A,dkk,Pengantar Pendidikan,Universitas terbuka Jakarta,2007
Imam Barnadib,Prof,M.A.Ph.D,Filsafat Pendidikan,Andi Yogyakarta,1982
http//:www.pengantar filsafat ilmu pendidikan.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar