ANALISIS PEMIKIRAN FILOSOFI DAN TEORI PENDIDIKAN
MODERN
A.
RINGKASAN MATERI
Teori pendidikan
modern pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran
progresivisme, esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme (Imam
Barnadib, 1982, Mohammad Noor Syam, 1986).
1. Progresivisme
Aliran
progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progesivisme dalam
sebuah realita kehidupan, agar manusia bisasurvive menghadapi
semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena
aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk
hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadiaan manusia.
Dinamakan eksperimentalisme, karena
aliran ini menyadari dan mempraktikkan asas eksperimen untuk menguji kebenaran
suatu teori. Dan dinamakan environmentalisme, Karena
aliran ini menganggap lingkungan hidup itu memengaruhi pembinaan kepribadiaan
(Muhammad Noor Syam, 1987: 228-229)
Adapun
tokoh-tokoh aliran progresivisme ini, antara lain, adalah William James, John
Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan Georges Santayana.
Aliran
progesivisme telah memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat
ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada
anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik secara fisik maupun cara
berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain (Ali, 1990: 146).
Oleh karena itu, filsafat progesivisme tidak menyetujui pendidikan yang otoriter.
John Dewey memandang
bahwa pendidikan sebagai proses dan sosialisasi (Suwarno, 1992: 62-63).
Maksudnya sebagai proses pertumbuhan anak didik dapat mengambil
kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan sekitarnya. Maka dari itu, dinding
pemisah antara sekolah dan masyarakat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik
tidak cukup di sekolah saja.
Dengan demikian,
sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi pendidikannya berintegrasi dengan
lingkungan sekitar. Karena sekolah adalah bagian dari masyarakat. Dan untuk
itu, sekolah harus dapat mengupyakan pelestarian karakteristik atau kekhasan
lingkungan sekolah sekitar atau daerah di mana sekolah itu berada. Untuk dapat
melestarikan usaha ini, sekolah harus menyajikan program pendidikan yang dapat
memberikan wawasan kepada anak didik tentang apa yang menjadi karakteristik
atau kekhususan daerah itu. Untuk itulah, fisafat progesivisme menghendaki sis
pendidikan dengan bentuk belajar “sekolah sambil berbuat” atau learning by doing (Zuhairini,
1991: 24).
Dengan kata lain akal
dan kecerdasan anak didik harus dikembangkan dengan baik. Perlu diketahui pula
bahwa sekolah tidak hanya berfungsi sebagai pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge),
melainkan juga berfungsi sebagai pemindahan nilai-nilai (transfer of value),
sehingga anak menjadi terampildan berintelektual baik secara fisik maupun
psikis. Untuk itulah sekat antara sekolah dengan masyarakat harus dihilangkan.
Ciri Progresivisme :
(a) Suka melihat manusia sebagai pemecah persoalan (problem-solver) yang baik.
(b) Oposisi bagi setiap upaya pencarian kebenaran absolut. (c) Lebih tertarik
kepada perilaku pragmatis yang dapat berfungsi dan berguna dalam hidup. (d)
Pendidikan dipandang sebagai suatu proses. (e) Mencoba menyiapkan orang untuk
mampu menghadapi persoalan aktual atau potensial dengan keterampilan yang
memadai. (f) Mempromosikan pendekatan sinoptik dengan menghasilkan sekolah dan
masyarakat bagi humanisasi. (g) Bercorak student-centered. (h) Pendidik adalah
motivator dalam iklim demoktratis dan menyenangkan. (i) Bergerak sebagai
eksperimentasi alamiah dan promosi perubahan yang berguna untuk pribadi atau
masyarakat.
2.
Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme
merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme muncul pada zaman
Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan progesivisme. Dasar pijakan
aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensiliasme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang
meberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas
(Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai
filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang
belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia
objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala
pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang
tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan
dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan
ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada
benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan
mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut,
belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan
menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney,
seorang ahli sosiologi dan filosof , menerangkan tentang hakikat social dari
hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini
berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan
diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara
sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah,
dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Ciri Esensialisme : (a)
Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu
dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi
kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak
bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional
seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains,
seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill
yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat
menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan
pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji
informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan
masyarakat teknis.
3.
Aliran Parenialisme
Perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang.
Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik
bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154).
Dari pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang
memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena
itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan
yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat
pendidikan.
Menurut perenialisme,
ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir
maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran
dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan
mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan
dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik
mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan
disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti
bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu
pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan
kepadaperkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn
adalah mempersiapkan anak didik kea rah kematangan. Matang dalam arti hiodup
akalnya. Jadi, akl inilah yang perlu mendapat tuntunan kea rah kematangan
tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar.
Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung,
anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat
utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan
memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan
dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan
anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang
telah mendidik dan mengajarkan.
(1) Perennial Religius:
Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan
religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan
proposisional. (2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam
belajar serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk
mengkaji hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu
dibimbing untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku
sumber yang asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan
masalah yang kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan
iklim kritis dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat
mengetahui pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang
ada.
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan , aliran rekonstruksionisme adalah
suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada
prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis
kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme
tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya
memepunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme
memilih cara tersendari, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau di
kenal dangan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sedangkan
itu aliran rekonsruksinisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam
kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia
dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga
pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan
utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia.
B.
BAHASAN
1.
Aliran
Progressivisme
Progressivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi masalah yang
menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri. Aliran progressivisme
mengakui dan berusaha mengembangkan asas progressivisme dalam semua realita,
terutama dalam dalam kehidupan adalah tetap survive (bertahan) terhadap semua
tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi
kegunaannya. Berhubungan dengan itu progressivisme kurang menyetujui adanya
pendidikan yang bercorak otoriter, baik yang timbul pada zaman dahulu maupun
pada zaman sekarang. Pendidikan yang bercorak otoriter ini dapat diperkirakan
mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan
memberikan tempat semestinya kepada kemampuan-kemampuan tersebut dalam proses
pendidikan. Pada hal semuanya itu ibaratkan motor penggerak manusia dalam
usahanya untuk mengalami kemajuan.
Maka Progressivisme
adalah aliran-aliran filsafat yang mempertimbangkan tentang masalah-masalah
pembaharuan dalam dunia pendidikan yang tujuannya adalah untuk perkembangan
yang lebih maju dan bersifat lebih ilmiah sehingga terjadi perubahan baru yang
secara nyata bukan hanya sekedar realita tetapi benar-benar nampak fungsi dan
kegunaannya. Brubacher menulis : progresif (berkembang maju) adalah sifat
ilmiah, kodrati, dan itu berarti perubahan. Dan perubahan berarti suatu yang
baru. Progressivisme disebut dengan nama yang berbeda-beda yaitu instrumental,
eksperimentalisme, pragmatisme dan environmentalisme.
Progressivisme
dinamakan instrumental, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan
intelegensi manusia sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua tantangan
dan problem dalam kehidupannya dan untuk kesejahteraan.
1. Progressivisme dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan bahwa
asas eksperimen (percobaan ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran
suatu teori.
2. Progressivisme dinamakan
pragmatisme, bahwa suatu keterangan itu benar, kalau kebenaran itu sesuai
dengan realitas, atau suatu keterangan akan dikatakan benar, kalau kebenaran
itu sesuai dengan kenyataan
3. Progressivisme dinamakan
environmentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu
mempengaruhi pembinaan kepribadian. Lingkungan hidup dengan tantangan-tantangan
didalamnya mendorong manusia untuk berjuang, berkembang demi hidupnya.
Latar belakang
progressivisme ialah ide-ide filsafat-filsafat Yunani, baik heraklitos maupun
Socrates, bahkan juga Pytagoras amat mempengaruhi aliran ini. Ide heraklitos
tentang perubahan menjadi asas progressivisme. Ide Socrates yang menyatukan
nilai ilmu pengetahuan dengan prinsip-prinsip moral juga dianggap berpengaruh
atas progressivisme. Karena ilmu berarti kebaikan manusia tercapai, jadi ilmu
mempunyai nilai ethis, nilai bina kepribadian. Kaum shopisme terutama
Pytagoras, yang menyatakan bahwa kebenaran dan nilai-nilai bersifat relatif
menurut waktu dan tempat.
Filosof Francis
Bacon telah menanamkan asas metode ekperimen yang kemudian menjadi metode utama
dalam filsafat pendidikan progressivisme. John locke, tidak saja teorinya
tentang empirisme yang menekankan faktor luar dalam pembianaan kepribadian,
tapi juga teorinya tentang asas kemerdekaan, yang menghormati hak asasi manusia
sebagai pribadi. Progresivisme yang
lahir sekitar abad ke-20 merupakan filsafat yang bermuara pada aliran filsafat
pragmatisme yang diperkenalkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey
(1859- 1952), yang menitikberatkan pada segi manfaat bagi hidup praktis.
Filsafat progressivisme dipengaruhi oleh ide-ide dasar filsafat pragmatisme
dimana telah memberikan konsep dasar dengan azas yang utama yaitu manusia dalam
hidupnya untuk tetap survive terhadap semua tantangan, harus pragmatis
memandang sesuatu dari segi manfaatnya.
Di
sini kita bisa menganggap bahwa filsafat progressivisme merupakan The Liberal
Road of Culture (kebebasan mutlak menuju kearah kebudayaan) maksudnya nilai-nilai
yang dianut bersifat fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka sehingga
menuntut untuk selalu maju bertindak secara konstruktif, inovatif dan
reformatif, aktif serta dinamis. Untuk mencapai perubahan tersebut manusia
harus memiliki pandangan hidup yang bertumpu pada sifat-sifat: fleksibel,
curious (ingin mengetahui dan menyelidiki), toleran dan open minded.
Filsafat
progressivisme telah memberikan kontribusi yang besar di dunia pendidikan,
dimana telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta
didik. Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara berfikir, guna
mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam dirinya
tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Berdasarkan pandangan
di atas maka sangat jelas sekali bahwa filsafat progressivisme bermaksud
menjadikan anak didik yang memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi
yang akan menjawab tantangan zaman peradaban baru.
Progresivisme berkembangan dalam permulaan
abad 20 terutama di Amerika Serikat. Progresivisme lahir sebagai
pembaharuan dalam dunia (filsafat) pendidikan terutama sebagai lawan terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad kesembilan
belas.
Ciri-ciri utama aliran progresivisme ialah didasari oleh pengetahuan dan
kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan dan dapat
menghadapi dan mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya
manusia itu sendiri dengan skill dan kekuatannya sendiri. Pandangan-pandangan
progresivisme dianggap sebagai the liberal road to culture. Dalam arti
bahwa liberal dimaksudkan sebagai fleksibel, berani, toleran dan bersikap
terbuka. Liberal dalam arti lainnya ialah bahwa pribadi-pribadi penganutnya
tidak hanya memegang sikap seperti tersebut di atas, melainkan juga selalu
bersifat penjelajah, peneliti secara kontinue demi pengembangan pengalaman.
Liberal dalam arti menghormati martabat
manusia sebagai subjek di dalam hidupnya dan dalam arti demokrasi, yang memberi
kemungkinan dan prasyarat bagi perkembangan tiap pribadi manusia sebagaimana
potensi yang ada padanya. Sebagai konsekwensi dari pendapatnya aliran ini
kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter.
Progresivisme sebagai aliran filsafat mempunyai watak yang
dapat digolongkan sebagai (1) negative and diagnostic yang berarti
bersikap anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk; (2)
positive and remedial, yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas
kemampuan manusia sebagai subjek yang
memiliki potensi-potensi alamiah,
terutama kekuatan self-regenerative untuk menghadapi dan mengatasi semua
problem hidupnya.
Lingkungan dan pengalaman mendapat perhatian cukup dari
aliran ini. Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori
atau cita-cita itu tidaklah cukup hanya diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi
yang ada ini haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud
baik yang lain. Di samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk
membina hidup yang mempunyai banyak persoalan yang silih berganti. Memang
progresivisme, kurang menaruh perhatian sama sekali atas nilai-nilai yang non
empiris seperti nilai-nilai supernatural, nilai universal, nilai-nilai agama
yang bersumber dari Tuhan.
Ontologi Progresivisme:
Pandangan ontologi
progresivisme bertumpu pada tiga hal yakni asas hereby (asas keduniaan),
pengalaman sebagai realita dan pikiran (mind) sebagai fungsi manusia
yang unik. Ontologi Progresivisme adalah sebagai berikut:
a.
Asas
Hereby ialah adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas sebab
kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
b.
Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala
sesuatu. Manusia punya potensi pikiran (mind) yang berperan dalam pengalaman.
Eksistensi dan realita mind hanyalah di dalam aktivitas, dalam tingkah
laku. John Dewey mengatakan, pengalaman adalah key concept manusia atas segala
sesuatu. Pengalaman ialah suatu realita yang telah meresap dan membina pribadi.
Pengalaman menurut Progresivisme:
1. Dinamis,
hidup selalu dinamis, menuntut adaptasi, dan readaptasi dalam semua variasi
perubahan terus menerus.
2. Temporal
(perubahan dari waktu ke waktu);
3. Spatial
yakni terjadi disuatu tempat tertentu dalam lingkungan hidup manusia;
4. Pluralistis
yakni terjadi seluas adanya hubungan dan antraksi dalam mana individu terlibat.
Demikian pula subyek yang mengalami pengalaman itu, menangkapnya, dengan
seluruh kepribadiannya degnan rasa, karsa, pikir dan pancainderanya. Sehingga
pengalaman itu bersifat pluralistis.
c. Pikiran
(mind) sebagai fungsi manusia yang unik
Manusia hidup karena
fungsi-fungsi jiwa yang ia miliki. Potensi intelegensi ini meliputi kemampuan
mengingat, imaginasi, menghubung-hubungkan, merumuskan, melambangkan dan
memecahkan masalah serta komunikasi dengan sesamanya. Mind ini ialah integrasi
di dalam kepribadian, bukan suatu entity (kesatuan lahir) sendiri. Eksistensi
dan realita mind hanyalah di dalam aktivitas. Mind adalah apa yang manusia
lakukan. Mind pada prinsipnya adalah berperan di dalam pengalaman.
Epistemologi
Progresivisme:
Pandangan
epistemologi progresivisme ialah bahwa pengetahuan itu informasi, fakta, hukum, prinsip, proses, dan kebiasaan
yang terakumulasi dalam pribadi sebagai proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan
diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan
segala realita dalam lingkungan, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui
catatan-catatan. Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Makin sering kita
menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktik,
maka makin besar persiapan kita menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan
harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan.
Kebenaran adalah kemampuan suatu ide memecahkan masalah, kebenaran adalah
konsekuen daripada sesuatu ide, realita pengetahuan dan daya guna dalam hidup
(Mohammad Noor Syam, 1986; Jalaluddin dan Abdullah Idi, 2002).
Aksiologi
Progresivisme:
Dalam
pandangan progresivisme di bidang aksiologi ialah nilai timbul karena manusia
mempunyai bahasa, dengan demikian menjadi mungkin adanya saling hubungan. Jadi
masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi
yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari individu-individu
(Imam Barnddib, 1982). Nilai itu benar atau tidak benar, baik atau buruk
apabila menunjukkan persesuaian dengan hasil pengujian yang dialami manusia
dalam pergaulan.
Pandangan pendidikan progresivisme
menghendaki yang progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai
rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan hendaklah bukan hanya
menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik untuk diterima saja, melainkan
yang lebih penting daripada itu adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan
stimuli-stimuli. Menganai belajar,
progresivisme memandang peserta didik
mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi yang merupakan suatu kelebihan
dibandingkan dengan makhluk lain. Kelebihan yang bersifat kreatif dan dinamis,
peserta didik mempunyai bekal untuk menghadapi dan memecahkan
problem-problemnya. Sedangkan bidang kurikulum progresivisme memandang bahwa selain kemajuan, lingkungan dan
pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme. Untuk itu
filsafat progresivisme menunjukkan dengan konsep dasarnya, jenis kurikulum yang
program pengajarannya dapat mempengaruhi anak belajar secara edukatif baik di
lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Tentunya dibutuhkan
sekolah yang baik dan kurkulum yang baik pula.
Ciri-ciri Utama Progresivisme:
- Pendidikan dianggap mampu merubah dalam arti membina kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia bagi masa depan.
- Percaya bahwa manusia sebagai subyek yang memiliki kemampuan untuk menghadapi dunia dengan skill dan kekuatan mandiri.
- Progress yang menjadi inti perhatiannya, maka ilmu pengetahuan yang dapat menumbuhkan kemajuan dipandang merupakan bagian-bagian utama dari kebudayaan, yaitu ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
- Progresivisme adalah satu filsafat transisi antara dua konfigurasi kebudayaan yang besar. Progresivisme adalah rasionalisasi mayor daripada suatu kebudayaan yakni (1) perubahan yang cepat dari pola-pola kebudayaan Barat yang diwarisi dan dicapai dari masa ke masa, (2) perubahan yang cepat menuju pola-pola kebudayaan baru yang sedang dalam proses pembinaan untuk masa depan.
- Progresivisme sebagai ajaran filsafat merupakan watak yang dapat digolongkan ke (1) negative and diagnostic yakni bersikap anti terhadap otoritarialisme dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti agama, moral, sosial, politik dan ilmu pengetahuan, (2) positive and remedial yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manusia sebagai subyek yang memiliki potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regenarative (diperbaharui sendiri) untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidup.
Asas
Belajar Progresivisme (Anak dan Lingkungannya)
Anak
adalah organisme yang mengalami satu proses pengalaman sebab ia bagian integral
dari lingkungannya dengan peristiwa-peristiwa antar hubungan, perasaaan,
pikiran dan benda-benda. Lingkungan selalu berubah, anak tidak berarti berubah,
karena ida memiliki identitas diri yang berkemampuan. Proses pendidikan
terutama dipusatkan untuk latihan dan penyempurnaan intelegensi. Dasar untuk
berfungsinya pendidikan itu terutama bersumber pada pandangan-pandangan ilmu
jiwa khususnya psikologi belajar. Menurut Progresivisme psikologi belajarnya
ada enam prinsip (six genaraions) yaitu:
- Ilmu jiwa harus secara praktis membina dan membimbing proses pendidikan sejalan dengan prinsip-prinsip filsafat Pragmatisme. Sifat dinamis, perubahan-perubahan alamiah, harus dimengerti pula adanya pada kodrat anak; keadaaan sensitif, responsif, semangat, hasrat ingin tahu dan dorongan menyelidiki harus dibantu perkembangannya oleh kondisi-kondisi lingkungan sekolah secara positif.
- Belajar sesungguhnya adalah pengalaman yang wajar. Dalam proses belajar sama dengan to solve the problem yang mengganggu organisme. Dengan proses itu tidak saja gangguan-gangguan itu diakhiri, tetapi juga terbentuklah response baru dalam pola perkembangan pribadi anak.
- Dalam proses belajar harus disadari bahwa aktif adalah the whole child dan bukan hanya mind saja. Seluruh struktur tingkah laku adalah pula perwujudan dari seluruh aspek kepribadiannya secara utuh.
- Lingkungan anak sama fundamentalnya dengan kodrat dirinya sendiri. Diri anak adalah bagian dari lingkungannya. Keduanya ada dalam antar hubungan saling pengaruh mempengaruhi dalam proses perubhan, dan perkembangan.
- Fungsi belajar selalu berkembangan menurut level dan kompleksitasnya dan tingkat tertinggi dari fungsi itu ialah integrasi.
- Aliran ini terutama menekankan peranan lingkungan dalam pembinaan pribadi. Teori tingkah laku yang tersimpul dalam asas kausalitas, asas response yang mengikuti stmulus-stimulus-response, akan berkembangan lebih efektif hanya melalui latihan.
- Teori belajar aliran ini disimpulan:
a.
Enterest, minat anak
b.
Effort, usaha berupa self-activity
c.
Purpose, tujuan yang jelas untuk apa belajar, gunanya
d.
Intelegence, adalah potensi untuk mengerti, memecahkan
problem, komunikasi dan daya cipta
e.
Habit, kebiasaan yang sudah ada, dan pembinaan pola-pola
kebiasaan baru yang lebih efektif
f.
Growt, pengalaman-pengalaman harus mendorong perkembangan
pribadi, demikian seterusnya
g.
Organisim, anak adalah satu unity organism, itu belajar
dengan whole child, baik pisik maupun rohani
h.
Culture, lingkungan alamiah adalah realita yang dalam
batas-batas tertentu dapat dibina manusia. Lingkungan sosial budaya adalah
produk karya dan cipta manusia.
Tokoh-tokoh
aliran ini antara lain John Dewey, William James, Harace Mann, Francis Parkaer,
dan Felix Adler (Imam Barnadib, 1982).
Progresivisme
lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan, kurang ke masa silam. Jika
dikaitkan dengan spektrum kesejarahan, aliran ini melihat keagungan atau
kecemasan masa lampau itu sebagai tamsil ibarat untuk diterjemahkan bagi masa
sekarang atau masa depan. Yang baik untuk dijadikan modal perjuangan sedangkan
yang kurang baik digunakan sebagai dasar untuk mencegah tidak terulangnya
dikemudian hari.
Kurikulum yang dikehendaki ialah yang
mempunyai nilai edukatif. Kurikulum yang disusun sedemikian rupa hingga mampu
menjadi wahana pengembangan bakat pada umumnya dan kecerdasan pada khususnya
dari subyek didik secara penuh. Kurikulum yang mempunyai ruang lingkup
pengetahuan dan keterampilan utama yang telah lazim dikenal sebagai membaca,
menulis dan arithmatika (Imam Barnadib, 1988).
Menurut Imam barnadib bahwa teori
sumber daya manusia disusun atas dasar ciri-ciri pandangan yang terdapat pada
progresivisme dengan dua komponen pendukungnya yaitu seleksi natural dan
eksperimentalisme. Seleksi natural memberikan ciri pandangan bahwa pendidikan
adalah penyesuaian, dan eksprimentasi yakni pendidikan itu mencoba, berupaya,
dan berjuang. Di samping itu teori ini juga diberi warna oleh liberalisme dan
pragmatisme.
Ide-ide sentral teori ini berkisar
pada penerapan dari konsep-konsep rasionalitas, kebebasan, dan kesamaan.
Pendidikan adalah distribusi demokratis dari rasionalitas, dengan perlakuan
yang berimbang antara kebebasan dan kesamaan pada subyek didik. Yang dimaksud
dengan berimbang juga antara hak dan kewajiban. Agar gagasan-gagasan tersebut
dapat tercapai, kurkulum disusun hendaknya berkisar pada pengetahuan-pengetahuan
dasar dengan perluasan dan pendalaman baik secara akademik maupun profesional.
Selanjutnya, agar bakat dan minat subyek didik dapat dipenuhi, seyogyanya tidak
diadakan pemisahan antara kurikulum akademik dan vokasional serta teknologi
(Imam Barnadib, 1988).
Pandangan
Progresivisme Tentang Pendidikan
Progresivisme dalam
pendidikan adalan bagian dari gerakan revormasi umum social-politik yang
menandai kehidupan Amerika. Progresivisme sebagai sebuah teori muncul sebagai
bentuk reaksi terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode
formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan suasana klasik peradaban
barat. Pada dasarnya teori ini menekankan beberapa prinsip. Adapun prinsipnya
yaitu:
- Proses pendidikan berawal dan berakhir pada anak.
- Subjek didik adalah aktif, bukan pasif.
- Perfan guru hanya sebagai fasilitator, pembimbing, ataupengarah.
- Sekolah adalah masyarakat kecil dari masyarakat besar.
- Sekolah harus kooperatif dan demokratif
- Aktivitas lebih focus pada pemecahan masalah, bukan untuk pengajaran materi kajian.
Pertama,
Pendidikan. Pendidikan menurut progresivisme proses
pendidikan memiliki dua segi, yaitu psikologis dan sosiologis. Dari segi
psikologis, pendidik harus dapat mengetahui tenaga-tenaga atau daya-daya yang ada
pada anak didik yang akan di kembangkan. Psikologinya seperti yang berpangaruh
di Amerika, yaitu psikologi dari aliran Behaviorisme dan Pregmatisme. Dari segi
sosiologis, pendidik harus mengetahui kemana tenaga-tenaga itu harus
dibimbingnya.
Dewey mengatakan
tenaga-tenaga itu harus diabdikan pada masyarakat atau kehidupan social, jadi
mempunyai tujuan social. Maka pendidikan adalah proses social dan sekolah
adalah suatu lembaga sosial. Tujuan
umum pendidikan adalah masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebih
mengutamakan bidang-bidang studi seperti IPA, Sejarah, Ketrampilan,serta
hal-hal lain yang berguna atau dirasakan langsung oleh masyarakat. Metode
scientific lebih dipentingakan dari pada memorisasi. Praktek kerja di
laboratorium, bengkel, kebun, atau sawah merupakan bagian yang di anjurkan
dalam rangka terlaksananya ‘learning by doing’ (belajar sambil bekerja,
terintegrasi dalam unit).
Kedua,
Kurikulum, Kurikulum
sebagai jantung pendidikan tidak saja dimaknai sebagai seperangkat rangkaian mata
pelajaran yang ditawarkan sebagai gaet dalam sebuah program pendidikan
disekolah, tetapi sesungguhnya kurikulum mengandung arti lebih luas, oleh
karenannya banyak pakar memaknai kurikulum dengan titik tekan yang berbeda.
Ambil contoh Hirtsdan petters menekankan pada aspek fungsional yakni kurikulum
diposisikan sebagai rambu-rambu yang menjadi acuan dalam proses belajar
mengajar. Sedangkan musgave menekankan pada ruang lingkup pengalaman belajar
yang meliputipengalaman di luar amupun di dalam sekolah.pendapat musgave ini
seirama dengan pendapat romine Stephen yang mengatakan bahwa kurikulum menyakup
segala materi pelajaran, aktivitas dan pengalaman anak didik, dimana ia berada
dalam control lembaga pendidikan, baik yang terjadi di luar maupun yang di dalam
kelas.
Dengan dua ragam
penekanan arti kurikulum di atas dapat di pahami bahwa karena kurikulum
berfungsi sebagai rambu-rambu dalm proses pembelajaran, kurikulum harus
bersifat luwes sesusai dengan situasi dan kondisi. Untuk itu kurikulum harus
harus disusun berdasarkan realitas kehidupan dan pengalaman sehari-hari peserta
didik, di sesuaikan dengan minat peserta didik, bukan atas dasar selera guru. Progresivisme sebagai salah
satu aliran dalam filsafat pendidikan ingin mengembangkan ‘child centered curriculum’, artinya
pendidikan diorientasikan pada pengembangan individu anak didik, memberikan
mereka kebebasan berkreasi, beraktivitas, dan berkembang sebagai pribadi
mandiri dengan jalan memberi penghayatan-penghayatan emosional,
intelektual, dan social yang seluas dan sekaya mungkin. Menurut William H.
Kilpatrick, kurikulum yang baik didasarkan pada tiga prinsip: pertama,
peningkatan kualitas hidup anak sebaik-baiknya menurut tingkat perkembangan.
Kedua, menjadikan kehidupan actual kea rah perkembangan dalam suatu kehidupan
yang bulat dan menyeluruh. Ketiga, mengembangkan aspek kreatifitas kehidupan
yang merupakan tolok ukur utama bagi keberhasilan sekolah, hingga anak didik
berkembang dalam kemampuannya yang actual, secara aktif memikirkan hal-hal baru
untuk dipraktikkan dalam bertindak secara bijaksana melalui pertimbangan yang
matang.
Dari bernagai
pandangan tersebut di atas, dapat di simpulkan bahwa sesungguhnya kkurikulum
pendidikan progresivisme menekankan pada ‘how to think’ dan ‘how to do’, bukan
what to think dan what to do artinya lebih menekankan dan mengutamakan metode
daripada materi. Tujuannya adalah memberikan individu kemampuan yang
memungkinkannya uuntuk berinteraksi denegan lingkungan sekitar yang selalu
berubah. Dengan menekankan pada aspek metodologi kurikulum yang disusun
berlandaskan filosofis progresivisme, akan dapt menyesuaikan situasi dan
kondisi, luwes atau fleksibel dalam menghadapi perubahan, serta familiar
terhadap masa kini. Progresifisme memandang masa lalu sebagai cermin untuk
memahami masa kini dan masa kini sebagai landasan bagi masa yang akan datang.
Ketiga,
Pendidik. Guru
menurut pandangan filsafat progresivisme adalah sebagai penasihat, pembimbing,
pengarah dan bukan sebagai orang pemegang otoritas penuh yang dapat berbuat apa
saja (otoriter) terhadap muridnya. Sebagai pembimbing karena guru mempunyai
pengetahuan dan pengalaman yang banyak di bidang anak didik maka secara
otomatis semestinya ia akan menjadi penasihat ketika anak didik mengalami jalan
buntu dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu peran utama
pendidik adalah membantu peserta didik atau murid bagaimana mereka harus
belajar dengan diri mereka sendiri, sehingga pesrta didik akan berkembang
menjadi orang dewasa yang mandiri dalam suatu lingkungannya yang berubah. Menurut John Dewey, guru harus
mengetahui ke arah mana anak akan berkembang, karena anak hidup dalam
lingkungan yang senantiasa terjadi proses interaksi dalam sebuah situasi yang
silih berganti dan sustainable (berkelanjutan). Prinsip keberlanjutan dalam
penerapannya berarti bahwa masa depan harus selalu diperhitungkan di setiap
tahapan dalam proses pendidikan. Guru harus mampu menciptakan suasana kondusif
di kelas dengan cara membangungun kesadaran bersama setiap individu di kelas
tersebut akan tujuan bersama sesuai dengan tanggungjawab masing-masing dalam
konteks pembelajaran di kelas, serta konsisten pada tujuan tersebut.
Dengan argumentasi
di atas, sesungguhnya Dewey telah meletakkan amanat dan tanggungjawab yang
berat kepada guru. Karena alasan inilah ia tergelincir dalam pernyataan
hiperbolanya dengan menggunakan bahasa Injil-Sosial dengan mengatakan bahwa
“guru sebagai penjaga pintu kerajaan Allah yang sesungguhnya”. Teori
progresivisme ingin mengatakan bahwa tugas pendidik sebagai pembimbing
aktivitas anak didik dan berusaha memberikan kemungkinan lingkungan terbaik
untuk belajar. Sebagai Pembimbing ia tidak boleh menonjolkan diri, ia harus
bersikap demokratis dan memperhatikan hak-hak alamiah peserta didik secara
keseluruhan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologis dengan
keyakinan bahwa memberi motivasi lebih penting dari pada hanya memberi
informasi. Pendidik atau guru dan anak didik atau murid bekerja sama dalam
mengembangkan program belajar dan dalam aktualisasi potensi anak didik dalam
kepemimpinan dan kemampuan lain yang dikehendaki.
Dengan demikian
dalam teori ini pendidik/guru harus jeli, telaten, konsisten (istiqamah),
luwes, dan cermat dalam mengamati apa yang menjadi kebutuhan anak didik,
menguji dan mengevaluasi kepampuan-kemampuannya dalam tataran praktis dan
realistis. Hasil evaluasi menjadi acuan untuk menentukan pola dan strategi
pembelajaran ke depan. Dengan kata lain guru harus mempunyai kreatifitas dalam
mengelola peserta didik, kreatifitas itu akan berkembang dan berfariasi
sebanyak fariasi peserta didik yang ia hadapi.
Keempat,
Peserta didik. Teori
progresivisme menempatkan pesrta didik pada posisi sentral dalam melakukan
pembelajaran. karena murid mempunyai kecenderungan alamiah untuk belajar dan menemukan
sesuatu tentang dunia di sekitarnya dan juga memiliki kebutuhan-kebutuhan
tertentu yang harus terpenuhi dalam kehidupannya. Kecenderungan dan kebutuhan
tersebut akan memberikan kepada murid suatu minat yang jelas dalam mempelajari
berbagai persoalan. Anak didik adalah makhluk yang
mempunyai kelebihan dibanding dengan makhluk-makhluk lain karena peserta didik
mempunyai potensi kecerdasan yang merupakan salah satu kelebihannya. Oleh
karenanya setiap murid mempunyai potensi kemampuan sebagai bekal untuk
menghadapi dan memecahkan permasalahan-permasalahannya.
Tugas guru adalah
meningkatkan kecerdasan potensial yang telah dimiliki sejak lahir oleh setiap
murid menjadi kecerdasan realitas dalam lapangan pendidikan untuk dapat
merespon segala perubahan yang terjadi di lingkungannya. Secara institusional sekolah
harus memelihara dan manjamin kebebasan berpikir dan berkreasi kepada para
murid, sehingga mereka memilki kemandirian dan aktualisasi diri, namun pendidik
tetap berkewajiban mengawasi dan mengontrol mereka guna meluruskan kesalahan
yang dihadapi murid khusunya dalam segi metodologi berpikir.
Dengan demikian
prasyarat yang harus dilakukan oleh peserta didik adalah sikap aktif, dan
kreatif, bukan hanya menunggu seorang guru mengisi dan mentransfer ilmunya
kepada mereka. Murid tidak boleh ibarat “botol kosong” yang akan berisi ketika
diisi oleh penggunanya. Jika demikian yang terjadi maka proses belajar mengajar
hanyalah berwujud transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid, dan ini
tidak akan mencerdasakan sehingga dapat dibilang tujuan pendidikan gagal.
Pandangan Progressifisme tentang budaya
Kebudayaan sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan
menifestasinya sepanjang sejarah dikenal sebagai milik manusia yang tidak kaku.
Ia selalu berkembang dan berubah. Filsafat progressivisme menganggap bahwa
pendidikan telah mampu mengubah dan membina manusia untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman, sekaligus menolong
manusia menghadapi transisi zaman tradisional untuk memasuki zaman modern.
Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk
mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis,
manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju.
Pada zaman purbakala, manusia hidup di pohon-pohon atau gua-gua. Hidup mereka
hanya tergantung dengan alam. Alamlah yang mengendalikan manusia. Namun karena
sifat keingintahuan manusia yang terus berkembang, makin lama daya rasa, cipta
dan karsa manusia dapat mengubah alam menjadi sesuatu yang berguna. Alamlah
yang dikendalikan oleh manusia. Hidup manusia tidak lagi di pohon-pohon atau
gua-gua. Dengan potensi akalnya, manusia telah membangun gedung-gedung yang
menjulang tinggi, rumah-rumah mewah dan apartemen-apartemen.
Dengan rangsangan-rangsangan dari lingkungan, terutama lewat pendidikan,
potensi manusia untuk berpikir, berkreasi, berbudaya, dan sebagainya akhirnya
dapat berkembang.
Filsafat progressivisme, yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan
yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah memengaruhi pendidikan
dengan pembaruan-pembaruan pendidikan
untuk
maju. Sehingga semakin tinggi tingkat berpikirnya, manusia semakin tinggi pula
tingkatbudaya dan peradaban manusia. Akibatnya, anak-anak tumbuh menjadi
dewasa, masyarakat yang sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang maju.
Tokoh-tokoh
Aliran Progresivisme
- William James ( 1842-1910 )
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari
eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup.
Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu dipelajari sebagai bagian
dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan menempatkannya da atas dasar
ilmu prilaku.
- John Dewey ( 1859-1952 )
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme yang lebih menekankan
kepada anak didik dan minatnya dari pada mata pelajarannya sendiri. Maka
muncullah “Cild Centered Curiculum”, dan “Cild Centered School”. Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
- Hans Vaihinger ( 1852-1933 )
Hans Vaihinger menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis.
Persesuaian dengan objeknya mungkin dibuktikan, satu-satunya ukuran bagi
berpikir ialah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian didunia.
2. Aliran Esensialisme
Aliran
esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme
muncul pada zaman Renaisance dengan cirri-cirinya yang berbeda dengan
progesivisme. Dasar pijakan aliran ini lebih fleksibel dan terbuka untuk
perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensiliasme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang meberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Idealisme, sebagai
filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang
belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia
objektif. Dari mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala
pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang
tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan
dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan
ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah buikanlah budi pada
benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan
mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut,
belajar dapat didefinisikan sebagai substansi spiritual yang membina dan
menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. finney,
seorang ahli sosiologi dan filosof , menerangkan tentang hakikat social dari
hidup mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan ruhani yang pasif, hal ini
berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja Yng telah ditentukan dan
diatur oleh alam social. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara
sungguh-sungguh nilai-nilai social angkatan baru yang timbul untuk ditambah,
dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Ciri Esensialisme : (a)
Berkaitan dengan hal-hal esensial atau mendasar yang seharusnya manusia tahu
dan menyadari sepenuhnya tentang dunia dimana mereka tinggal dan juga bagi
kelangsungan hidupnya. (b) Menekankan data fakta dengan kurikulum yang tampak
bercorak vokasional. (c) Konsentrasi studi pada materi-materi dasar tradisional
seperti: membaca, menulis, sastra, bahasa asing, matematika, sejarah, sains,
seni dan musik. (d) Pola orientasinya bergerak dari skill dasar menuju skill
yang bersifat semakin kompleks. (e) Perhatian pada pendidikan yang bersifat
menarik dan efisien. (f) Yakin pada nilai pengetahuan untuk kepentingan
pengetahuan itu sendiri. (g) Disiplin mental diperlukan untuk mengkaji
informasi mendasar tentang dunia yang didiami serta tertarik pada kemajuan
masyarakat teknis.
Filsafat Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki
kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih
yang mempunyai tata yang jelas.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsp-prinsip Esensialisme
adalah :
- Esesialisme berakar pada ungkapn realisme objektif dan idealisme objektif yang modern, yaitu alam semesta diatur oleh hokum alam sehingga tugas manusia memahami hokum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
- Sasaran pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya. Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil.
- Nilai kebenaran bersifat korespondensi, berhubungan antara gagasan fakta secara objektif.
Bersifat konservatif
(pelestarian budaya) dengan merfleksikan humanisme klasik yang berkembang pada
zaman renaissance.
Aliran essensialisme
merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Essensialisme muncul pada zaman
Renaissance dengan ciri-cirinya yang berbeda dengan progressivisme. Dasar
pijakan aliran pendidikan ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan,
toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Essensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-niiai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai tata nilai yang jelas (Zuhairini, 1991: 21).
Nilai-nilai yang dapat
memenuhinya adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif
selama empat abad belakang. Sejak zaman Renaissance, sebagai pangkal timbulnya
pandangan-pandangarr essensialisme awal. Sedangkan puncak dari gagasan ini
adalah pada pertengahan kedua abad ke-l9.
Idealisme dan realisme
adalah aliran filsafat yang membentuk corak essensialisme. Dua aliran ini
bertemu sebagai pendukung essensialisme, namun tidak melebur menjadi satu dan
tidak melepaskan karakteristiknya masing-masing.
Dengan demikian,
Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut essensialisme.
Essensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme
mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang sistematis
dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang
menjadi salah satu eksponen essensialisme, titik berat tujuannya adalah
mengenai alam dan dunia fisik. Sedangkan idealisme modern, sebagai eksponen
yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual. Menurut John Butler,
alamiah yang pertama-tama dijadikan pangkal berfilsafat. Kualitas-kualitas dari
pengalaman terletak pada dunia fisik yang menghasilkan pengindraan dan
persepsi-persepsi yang tidak hanya bersifat mental. Dengan kata lain, di sini
jiwa dapat diibaratkan sebagai cermin yang menerima gambaran-gambaran yang
berasal dari dunia fisik.
Idealisme modern mempunyai
pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi ide-ide. Di balik dunia fenomenal
ini ada jiwa yang tidak terbatas, yaitu Tuhan yang menciptakan kosmos. Manusia
sebagai makhluk yang berpikir berada dalam lingkungan kekuasaan Tuhan. Tuhan
menguji dan menyelidiki ide-ide manusia sehingga manusia dapat mencapai
kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri (lmam Barnadib, 7987: 40).
Dengan demikian,
idealisme modern adalah suatu ide manusia sebagai makhluk yang berpikir, dan
semua ide yang dihasilkan diuji dengan sumber yang ada pada Tuhan yang
menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit. Dengan menguji dan
menyelidiki semua ide manusia, maka manusia akan mencapai suatu kebenaran yang
berdasarkan kepada sumber yang ada pada AllahSwt.
a.
Pandangan Ontologi Essensialisme
Sifatyang menonjol dari
ontologi essensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata nilai
yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada cela pula. Dengan kata lain,
bagaimana bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan
dengan tata alam yang ada.
Tujuan umum aliran
essensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan akhirat. Isi
pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
menggerakkan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme semacam
miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan keagungan.
Dalam sejarah perkembangannya, kurikulum essensialisme menerapkan berbagai pola
idealisme dan realisme.
Realisme yang mendukung
essensialisme disebut realisnme objekdf. Realisme objektif mempunyai pandangan yang
sistematis mengenai alam dan tempat manusia di daiamnya. Ilmu pengetahuan yang
mempengaruhi aliran realisme dapat dilihat dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis
dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisika dapat dipahami berdasarkan
tata nilai yang khusus. Dengan demikian, suatu kejadian yang paling sederhanapun
dapat ditafsirkan menurut hukum alam, salah satunya adalah daya tarik bumi.
Sedangkan oleh ilmu-ilmu lain dikembangkanlah teori mekanisme, dan dunia itu
ada dan terbangun atas dasar sebab akibat, tarikan dan tekanan mesin yang
sangat besar.
Idealisme objektif
mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis ketimbang realisme objektif.
Pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh, meliputi segala sesuatu. Dengan
landasan pikiran bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah
jiwa atau spirit, maka idealisme objektif menetapkan suatu pendirian bahwa
segala sesuatu yang ada ini adalah nyata.
Hegel mengemukakan
adanya sintesis antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan
landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh mengenai
sintesis ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa setiap tingkat kelanjutan
dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah
adalah manifestasi dari ekspresi berpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengatur
secara dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata. Oleh karena Tuhan adalah sumber
dari gerak.
Ciri lain mengenai
penafsiran idealismne tentang sistem dunia tersimpul dalam pengertian-pengertian
makrokosmos dan mikrokosmos. Mikrokosmos menunjuk pada keseluruhan alam semesta
dalam arti susunan dan kesatuan kosmis. Mikrokosmos menunjuk pada fakta tunggal
pada tingkat manusia. Manusia sebagai individu merupakan bagian yang ticlak
terpisahkan dari alam semesta. Pengertian mengenai makrokosmos dan mikrokosmos
merupakan dasar pengertian mengenai hubungan antara Tuhan dan manusia.
b.
Pandangan Epistemologi Essensialisme
Teori kepribadian manusia
sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistemologi essensialisme. Sebab,
jika manusia mampu menyadari bahwa realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos,
maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu
memikirkan kesemestiannya. Berdasarkan kualitas inilah manusia memproduksi
pengetahuanya secara tepat dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial dan
agama.
1) Kontroversi jasmaniah rohaniah
Perbedaan idealisme dan
realisme adalah karena yang pertama menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran
tentang realita. Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide,
rohaniah. Sebaliknya, realis berpendapat bahwa kita hanya mengetahui suatu
realita di dalam melalui jasmani. Bagi sebagian penganut realisme, pikiran itu
bersifat jarsmaniah sehingga tunduk kepada hukum-hukum fisik.
Dengan demikian, unsur
rohani dan jasmani merupakan realita kepribadian manusia. Untuk mengerti
manusia, baik filosofis maupun ilmiah, haruslah melalui hal tersebut dan pendekatan
rangkap yang sesuai dalam pelaksanaan pendidikan.
2) Pendekatan idealisme
pada pengetahuan
a) Kita hanya mengerti
rohani kita sendiri, tetapi pengertian ini memberi kesadaran untuk mengerti
realita yang lain" Sebab kesadaran kita, rasio manusia adalah bagian dari
rasio Tuhan Yang Maha Sempurna.
b) Menurut T.H Green,
pendidikan personalisme itu hanya melalui introspeksi. Padahal manusia tidak mungkin
mengetahui sesuatu hanya dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan. Karena
itu, setiap pengalaman mental pasti melalui refleksi berbagai macam pengalaman.
c) Dalam filsafat
religius yang modern, ada teori yang mengatakan bahwa sesuatu yang dimengerti
adalah karena resonansi pengertian Tuhan.
3) Pendekatan realisme
pada pengetahuan
Dalam
hal ini, terdapat beberapa pendekatan. Pertama, teori asosiasionisme. Teori
ilmu jiwa asosiasi ini dipengaruhi oleh filsafat empirisme John locke. Pikiran
atau ide-ide dan isi jiwa adalah asosiasi unsur-unsur pengindraan dan pengamatan.
Penganut teori asosiasi juga menggunakan metode instrospeksi yang dipakai oleh
kaum idealis. Sedangkan asosiasi, menurut beberapa filsuf Inggris, adalah
gagasan atau isi jiwa itu terbentuk dari asosiasi unsur-unsur berupa
kesan-kesan atau tanggapan yang dapat diumpamakan sebagai atom-atom dari jiwa.
Kedua,
teori behaviorisme. Aliran ini berkesimpulan bahwa perwujudan kehidupan mental
tercermin pada tingkah laku, sebab manusia sebagai suatu organisme adalah
totalitas mekanisme biologis. Dengan demikian, usaha untuk memahami hidup
mental seseorang berarti harus memahami organisme. Pemahaman mengenai organisme
ini berarti memasuki lapangan neurologis, dengan demikian masalah ini tidak
dapat dipisahkan dari lapangan pengalaman.
Menurut
behaviorisme, masalah pengetahuan (yang dapat ditanggap oleh manusia) tidak
dapat dipisahkan dari proses penanaman kondisi. Untuk itu, dikembangkanlah
teori sarbon. Suatu penghayatan kejiwaan
terdiri dari proses yang paling sederhana yang terdiri dari rangsangan
(stimulus) dari luar (pribadi seseorang), yang disambut dengan tanggapan
tertentu (respons). Respons dan tanggapan menjadi suatu kesatuan (sarbon). Proses selanjuhrya, peristiwa
kejiwaan akan saling berhubungan antara unsur-unsllr dalam berbagai bentuk dan
cara yang disebut assosinism.
Ketiga,
teori koneksionisme. Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia,
terbentuk (tingkah lakunya) oleh pola-pola hubungan-hubungan antara stimulus dan
respons. Dan manusia dalam hidupnya selalu membentuk tata jawaban dengan jalan memperkuat
atau memperlemah hubungan antara stimulus dan respons. Dengan demikian, terjadi
gabungan-gabungan hubungan stimulus dan respons yang selalu menunjukkan kualitas
yang tinggi-rendah atau kuat-lemah. Di samping dapat menggabungkan pandangan
asosianisme dan behaviorisme, koneksionisme juga dapat menunjukkan bahwa dalam
hal belajar, perasaan yang dimiliki oleh manusia mempunyai peranan terhadap
berhasil tidaknya belajar yang dilakukan.
4) Tipe epistemologi
realisme
Ada beberapa tipe
epistemoiogi realisme. Di Amerika Ada dua tipe yang utama. Pertama, neorealisme. Secara psikologis,
neorealisme lebih erat dengan behaviorisme. Baginya pengetahuan diterima,
ditangkap langsung oleh pikiran dunia realita" Itulah sebabnya neorealisme
menafsirkan badan sebagai respons khusus yang berasal dari luar dengan sedikit
atau tanpa adanya proses intelek. Kedua, aliran ini menyatakan bahwa media antara
intelek dengan realita adalah seberkas pengindraan dan pengamatan.
c.
Pandangann Aksiologi Essensialisme
Pandangan ontologi dan
epistemologi sangat memengaruhi pandangan aksiologi. Bagi aliran ini,
nilai-nilai berasal dan tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan
realisme. Dengan kata iain, essensialisme terbina oleh kedua syarat tersebut.
1) Teori nilai mnenurut idealisme
Penganut idealisme
berpendapat bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan
baik jika interaktif dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme,
sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas
baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti dalam upacara atau
peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang, haruslah bersikap formal dan
teratur. Untuk ini, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba
kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukkan
keindahan, baik pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.
George Santayana
memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesis
dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep
tunggal, karena minat perhatian dan pengalaman seseorang turut menentukan
adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau
nilai-nilai, tetap saja diakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan
nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (dalam memilih, melaksanakan). 2) Teori
nilai-nilai menurut realisme Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah
melalui asas ontologi, bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada
keteraturan lingkungan hidup. Dalam masalah baik buruk khususnya dan keadaan
manusia pada umumnya, realisme bersandarkan pada keturunan dan lingkungan.
Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya
saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-pengaruh dari
lingkungan.
d.
Pandangan Essensialisme Mengenai Belajar
Idealisme sebagai
falsafah hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan
menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada taraf permulaan seseorang belajar
memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif, dari
mikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant (Zuhairini,1991:21),
segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia melalui indra memerlukan unsur
apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
Bila orang berhadapan
dengan benda-benda, bukan berarti semu itu sudah mempunyai bentuk, ruang dan ikatan
waktu. Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada
benda, tetapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi membentuk dan
mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan pikir tersebut
belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang dengan sendirinya
sebagai substansi spiritual yang membina dan menciptakan diri sendiri
(Poejawijatna, 1983: 120-121).
Roose L. Finney, seorang
filsuf dan ahli sosioiogi, menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup
mental. Dikatakan bahwa mental adalah keadaan rohani yang pasif. Hal ini
berarti bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja yang telah ditentukan dan
diatur oleh alam sosial. Jadi, belajar adalah menerima dan mengenal secara
sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah,
dikurangi dan diteruskan pada angkatan berikutnya.
Dengan demikian,
pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak
dan determinasi terbatas. Pertama, determinsme mutlak, menunjukkan bahwa
belajar adalah mengalami hal-hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya. Jadi,
harus ada yang bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti
dengan penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis. Kedua,
determinisme terbatas, yang memberikan gambaran kurangnya sifat pasif mengenai
belajar. Kendati pengenalan terhadap hal-hal yang kausatif di dunia ini berarti
tidak dimungkinkan penguasaan terhadap semua hal, namun kemampuan akan
pengawasan tetap saja diperlukan
e.
Pandangan Essensialisme Mengenai Kurikulum
Beberapa
tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaknya berpangkal pada
landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber atas pandangan inilah kegiatan
pendidikan dilakukan.
Kurikulum,
menurut Herman Harrel Horne dalam Jalaluddin dan Abdullah Idi (2006), hendaknya
bersendikan atas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan cita-cita
masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan
ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini, kegiatan atau keaktifan anak
didik tidak terkekang, sejalan dengan fundamen-fundamen yang teiah ditentukan.
Menurut
Bogoslousky, selain ditegaskan dapat terhindar dari adanya pemisahan mata
pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum juga dapat diibaratkan sebuah
rumah yang mempunyai empat bagian.
Pertama,
universum. Pengetahuan merupakan
latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah
adanya kekuatan-kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-lainnya. Basis
pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
Kedua,
sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat.
Dengan sivilisasi, manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya,
mengejar kebutuhan, serta hidup aman dan sejahtera.
Ketiga,
kebudayaan. Kebudayaan merupakan karya manusia yang mencakup di antaranya
filsafat, kesenian, kesusastraan, agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
Keempat,
kepibadian. Pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan
dengan kepribadian yang ideal. Dalam kurikulum hendaknya diusahakan agar faktor-faktor
fisik, fisiologi, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat
berkembang harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
Robert
Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum disusun secara
fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak, fleksibilitas tidak tepat
diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan alam semesta. Untuk itu, perlu
diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Butler
mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan baru haruslah dididik
untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci. Sedangkan Dernihkevich menghendaki
agar kurikulum berisikan moralitas yang tinggi. (Jalaluddin dan Abdullah
Idi,2006)
Realisme
mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun dengan teratur satu
sama lain, disusun dari paling sederhana sampai pada yang paling kompleks. Susunan
ini dapat diibaratkan seperti susunan alam, yang sederhana merupakan fundamen
atau dasar dari susunannya yang paling kompleks. Jadi, bila kurikulum disusun
atas dasar pikiran demikian, tentunya ia akan menjadi harmonis.
3. Aliran
Perennialisme
Perenialisme memandang
pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang.
Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik
bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang (Muhammad Noor Syam, 1986: 154). Dari
pendapat ini diketahui bahwa perenialisme merupakan hasil pemikiran yang
memberikan kemungkinan bagi sseorang untukk bersikap tegas dan lurus. Karena
itulah, perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah arsah tujuan
yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat, khususnya filsafat
pendidikan.
Menurut perenialisme,
ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu
pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif. Jadi, dengan berpikir
maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai
prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran
dan kecerdasan. Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan
mampu mengenal dan memahami factor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan
dan berusaha mengadakan penyelesaian masalahnya.
Diharapkan anak didik
mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan
disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran besar pada masa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti
bahasa, sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu
pengetahuan alam, dan lain-lainnya, yang telah banyak memberikan sumbangan
kepadaperkembangan zaman dulu.
Tugas utama pendidiakn
adalah mempersiapkan anak didik kea rah kematangan. Matang dalam arti hiodup
akalnya. Jadi, akl inilah yang perlu mendapat tuntunan kea rah kematangan
tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar.
Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung,
anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah, sebagai tempat
utama dalam pendidikan, mempesiapkan anak didik ke arah kematangan akal dengan
memberikan pengetahuan. Sedangkan tugas utama guru adalah memberikan pendidikan
dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Dengan kata lain, keberhasilan
anak dalam nidang akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang
telah mendidik dan mengajarkan.
(1) Perennial Religius:
Membimbing individu kepada kebenaran utama (doktrin, etika dan penyelamatan
religius). Memakai metode trial and error untuk memperoleh pengetahuan
proposisional. (2) Perennial Sekuler: Promosikan pendekatan literari dalam belajar
serta pemakaian seminar dan diskusi sebagai cara yang tepat untuk mengkaji
hal-hal yang terbaik bagi dunia (Socratic method). Disini, individu dibimbing
untuk membaca materi pengetahuan secara langsung dari buku-buku sumber yang
asli sekaligus teks modern. Pembimbing berfungsi memformulasikan masalah yang
kemudian didiskusikan dan disimpulkan oleh kelas. Sehingga, dengan iklim kritis
dan demokratis yang dibangun dalam kultur ini, individu dapat mengetahui
pendapatnya sendiri sekaligus menghargai perbedaan pemikiran yang ada.
Tempat
Asal Aliran Perenialisme Dikembangkan
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang
kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan
keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa
kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji
ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu
kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau
ini,kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme
karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu
dengan sekarang. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun peraktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang.
Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme
memandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses
mengembalikan kebudayaan sekarang ( zaman modern ) ini terutama pendidikan
zaman sekarang ini perlu dikembalikan ke masa lampau .
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan,
dimana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi
seseorang untuk bersikap tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme
berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas
yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan .
Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri
yang cukup berat timbullah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme
berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang
menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif perenialisme dalam
makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang berdasarkan pada sumber
kebudayaan dan hasil-hasilnya.
Tokoh-Tokoh
Aliran Perealisme
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosofhia Perenis.
Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian
didukung dan dilanjutkan St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama
dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno
dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan
pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia ( rindu akan hal-hal
yang sudah lampau semata-mata ) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa
kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jika sikap untuk kembali kemasa lampau itu merupakan konsep bagi
perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa
lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad
sekarang ini.
Pandangan
Perealisme di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme,
karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang
bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan
melalui akal pikiran. Menurut epistimologi thomisme sebagian besarnya berpusat
pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula
dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan
tenaganya secara penuh.
Jadi epistimologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang
pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan
dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada
logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang merupakan metode filsafat
yang menghasilkan kebenaran hakiki.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal
faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu
diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan penyelesaian masalahnya. Dengan
demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental.
Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar dimasa lampau.
Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam
bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi,
matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu
memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal
tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua
keuntungan yakni :
1.
Anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah
dipikirkan oleh orang-orang besar.
2.
Mereka telah memikirkan peristiwa-peristiwa dan karya-karya tokoh tersebut
untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan ( reverensi ) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan karya-karya buah pikiran
para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui
bagaimana pemikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik
dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat
berguna bagi mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka
pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat
perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik kearah kemasakan.
Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan
ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberiakn pendidikan dan
pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca,
menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan
yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik
ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan
sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas pendidikanlah
yang memberikan pendidikan dan pengajaran ( pengetahuan ) kepada anak didik.
Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam
arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti
menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan , aliran rekonstruksionisme
adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada
prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis
kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme
tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya
memepunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk
mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme
memilih cara tersendari, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau di
kenal dangan regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sedangkan
itu aliran rekonsruksinisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam
kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari
kesepakatan antar sesama manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan
manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga
pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan
utama tersebut memerlukan kerjasama antar umat manusia.
Tokoh-Tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun
1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil.
Beberapa tokoh dalam aliran ini : Caroline Pratt, Geaoge Count, Harold Rugg.
Tempat Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakn kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan
ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan
dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
Kata Rekonstruksionisme
bersal dari bahasa Inggris reconstruct, yang
berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, rekonstruksionisme
merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan
aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut
Muhammad Noor Syam (1985: 340), kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempumyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia. Karenanya, pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual
yang sehat melalui pendidikan yang tepat akan membina kembali manusia dengan
nilai dan norma yang benar pula demi generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Di samping itu, aliran
ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur dan diperintah oleh rakyat secara demokratis, bukan dunia yang dikuasai
oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sesungguhnya tidak hanya
teori, tetapi mesti diwujudkan menjadi kenyataan, sehingga mampu meningkatkan
kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat
tanpa membedakan warna kulit,, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan
masyarakat bersangkutan.
Ciri Rekonstruksionisme
: (a) Promosi pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan
penyelesaian problema sosial yang signifikan. (b) Mengkritik pola
life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist. (c) Pendidikan perlu
berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu
pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia
masa depan yang perlu diciptakan. (d) Pesimis terhadap pendekatan akademis,
tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui partisipasi langsung
dalam unsur-unsur kehidupan. (e) Pendidikan berdasar fakta bahwa belajar
terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam aktivitas hidup yang nyata bersama
sesamanya. (f) Learn by doing! (Belajar sambil bertindak).
C. TANGGAPAN
Setiap
aliran-aliran filsafat ini mempunyai pengertian tersendiri yang dapat
dipelajari, diamati bahkan dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap aliran mempunyai makna yang berbeda tetapi memiliki tujuan yang sama
yaitu untuk membuat pendidikan yang lebih baik lagi, maka dari itu baik siswa
maupun guru dapat menela’ah secara baik dan apa saja yang pantas untuk
dipelajari dan dikembangkan. Aliran ini juga
mengajarkan kita dapat menghargai dan mengenal nilai-nilai budaya yang telah
ada sejak peradaban umat manusia.
Disamping itu saya berasumsi bahwa
- Progresifisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi konsep-konsep filsafat tertentu,dan sangatlah berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad ke 20
- Filsafat Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awak peradaban umat manusia
- Progresivisme sebagai sebuah teori muncul sebagai bentuk reaksi terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran, belajar mental (kejiwaan), dan suasana klasik peradaban barat. Pada dasarnya teori ini menekankan beberapa prinsip.
- Pandangan Essensialisme
Mengenai Belajar Idealisme,
sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu
dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus
bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif.
D. KESIMPULAN
Dari penjabaran di atas dapat kita simpulkan mengenai
analisis filosofikal dari filsafat pendidikan pembelajaran antara lain :
1. Filsafat
pendidikan dan pendidikan terdapat suatu hubungan yang erat sekali dan tak
terpisahkan. Filsafat pendidikan mempunyai peranan yang amat penting dalam
sistem pendidikan karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar
bagi usaha-usaha perbaikan, meningkatkan kemajuan dan landasan kokoh bagi
tegaknya sistem pendidikan.
2. Dengan
mengetahui tentang analisis filosofinnya kita dapat bahwa pendidikan akan
mengubah cara pandang manusia dalam menyikapi permasalahan.
3. Aliran-aliran
filsafat modern mengembangkan ilmu filsafat dalam mempermudah mempelajari dan
memahami ilmu pengetahuan.
4. filsafat
pendidikan sebagai ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan
kaidah-kaidah norma dan atau ukuran tingkahlaku perbuatan yang sebenarnya
dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Muhmidayeli.
2011. Filsafat Pendidikan. Bandung : Rafika Aditama.
Juhana
S. Pradja. Filsafat Manajemen. Bandung : Pustaka Setia.
Jalaludin
dan Idi Abdullah.1997. Filsafat Pendidikan : Manusia Filsafat dan
Pendidikan. Jakarta : Gaya Media Pratama.
Barnadib,
Imam. 2002. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : Adi Cita Karya Nusa.
Juhana
S. Praja. 1997. Aliaran – aliran Filsafat dan Etika. Bandung : Yayasan
Piara.
Noeng
Muhajir. 1998. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake sarasin.
Al-Syaibani.1979.
Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.
Arifin,
M. 1993. Ilmu Pendidikan Islam : Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara.
Dinn
Wahyudin,Drs.M.A,dkk,Pengantar Pendidikan,Universitas terbuka Jakarta,2007
Imam
Barnadib,Prof,M.A.Ph.D,Filsafat Pendidikan,Andi Yogyakarta,1982
http//:www.pengantar filsafat ilmu pendidikan.com
http//:www.pengantar filsafat ilmu pendidikan.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar