Running teks

Selamat Datang di Blog Pendidikan dan Informasi, Silahkan dibaca, atau download berbagai materi perkuliahan yang saudara butuhkan...

Minggu, 29 Maret 2009

SILABUS TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Silabus Perkuliahan


Mata Kuliah : Teknologi Pembelajaran
Jumlah SKS : 2 (dua)
Jurusan/Prodi : Tarbiyah/ PAI
Dosen : Arifmiboy, S. Ag, M. Pd


A. Deskripsi
Materi yang dibahas dalam mata kuliah Teknologi Pembelajaran ini adalah pengeritian, kawasan teknologi pembelajaran : pengertian meida, keterkaitan antara media komunikasi, komunikasi dengan pembelajaran, dan kegunaan media pendidikan dalam proses belajar mengajar. Jenis dan karakteristik media. Pertimbangan dalam pemilihan media dan hal lain yang berkenaan dengan media pembelajaran.

B. Tujuan
Di akhir perkuliahan diharapkan mahasiswa memahami konsep-konsep dasar tentang media pembelajaran, serta mampu memilih, memproduksi serta mengoperasikan media pembelajaran tersebut dalam proses belajar mengajar.

C. Penilaian
1. Penulisan dan Presentasi Makalah : bobot 20
2. Ujian Tengah Semester : bobot 20
3. Ujian Akhir Semester : bobot 35
4. Tugas akhir (produksi media) : bobot 25
Penyerahan tugas akhir pada saat ujian semester

D. Referensi
1. Arief S. Sardiman, dkk., Media Pendidikan, Pengertian, pengembangan, dan Pemanfaattannya, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003)
2. Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002)
3. Azhar Arsyad, Media Pengajaran (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997)
4. Benny Agus Pribadi dan Dewi Padmo Putri, Ragam Media Dalam Pembelajaran (Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2005)
5. Trini Prastati, Media Sederhana, (Jakarta : PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2005)
6. dll.

E. Perkuliahan

1. Pengantar :
Kontrak Perkuliahan
Pengertian dan kawasan Teknologi Pembelajaran
2. Pengertian, Urgensi penggunaan media dalam pembelajaran, guna, dan keterkaitan antara media dengan komunikasi dan komunikasi dengan pembelajaran
3. Prinsip pemanfaatan media pembelajaran, Fungsi media pembelajaran, dan Kriteria pemilihan media
4. Klasifikasi Media pembelajaran menurut para ahli
5. Media Grafis
6. Media Audio dan Audio Visual
7. OHT dan OHP
8. Mendesain media pembelajaran : Hakekat perencanaan media, Langkah-langkah perancangan media
9. Penulisan Garis Besar Program Media (GBPM), Penulisan Naskah media
10. Teknik Pemilihan Media
11. Membuat Flipchart, Membuat Flash Card
12. Dasar presentasi dengan power point13. Teknik penggunaan media pembelaran :Penggunaan media grafis, Penggunaan INFOCUS

HAKEKAT MEDIA

HAKIKAT MEDIA
DALAM PEMBELAJARAN
A. PEMBELAJARAN SEBAGAI PROSES KOMUNIKASI
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang
melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan
berbagai sumber untuk belajar. Pembelajaran dapat
melibatkan dua pihak yaitu siswa sebagai pembelajar dan guru
sebagai fasilitator. Yang terpenting dalam kegiatan
pembelajaran adalah terjadinya proses belajar (learning
process). Sebab sesuatu dikatakan hasil belajar kalau
memenuhi beberapa ciri berikut : (1) belajar sifatnya disadari,
dalam hal ini siswa merasa bahwa dirinya sedang belajar,
timbul dalam dirinya motivasi-motivasi untuk memiliki
pengetahuan yang diharapkan sehingga tahapan-tahapan
dalam belajar sampai pengetahuan itu dimiliki secara
permanen (retensi) betul-betul disadari sepenuhnya. (2) hasil
belajar diperoleh dengan adanya proses, dalam hal ini
pengetahuan diperoleh tidak secara spontanitas, instant,
namun bertahap (sequensial). Seorang anak bisa membaca
tentu tidak diperoleh hanya dalam waktu sesaat namun
berproses cukup lama, kemampuan membaca diawali dengan
kemampuan mengeja, mengenal huruf, kata dan kalimat.
Seseorang yang tiba-tiba memiliki kecakapan seperti lari
dengan kecepatan tinggi karena akibat doping, bukanlah hasil
dari kegiatan belajar, namun efek dari obat atau zat kimia
yang dikonsumsinya. (3) Belajar membutuhkan interaksi,
khususnya interaksi yang sifatnya manusiawi. Seorang siswa
akan lebih cepat memiliki pengetahuan karena bantuan dari
guru, pelatih ataupun instruktur. Dalam hal ini terjadi
komunikasi dua arah antara siswa dan guru.
Media Pembelajaran
Hakikat Media 2
Kaitannya bahwa belajar membutuhkan interaksi,
hal ini menunjukan bahwa proses pembelajaran merupakan
proses komunikasi, artinya didalamnya terjadi proses
penyampaian pesan dari seseorang (sumber pesan) kepada
seseorang atau sekelompok orang (penerima pesan), Kemp
(1975:15) menggambarkan proses komunikasi sebagai berikut :
Pesan yang dikirimkan biasanya berupa informasi atau
keterangan dari pengirim (sumber) pesan. Pesan tersebut
diubah dalam bentuk sandi-sandi atau lambang-lambang
seperti kata-kata, bunyi-bunyi, gambar dan sebagainya.
Melalui saluran (channel) seperti radio, televisi, OHP, film,
pesan diterima oleh si penerima pesan melalui indera (mata
dan telinga) untuk diolah, sehingga pesan yang disampaikan
oleh penyampai pesan dapat diterima dan dipahami oleh si
penerima pesan. Lihatlah gambar di bawah ini :
Berdasarkan gambar di atas menunjukan bahwa komunikasi
merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat beberapa
komponen yang terlibat, diantaranya komunikator, komunikan,
channel, message, feed back dan noise /barier. Pesan yang
disampaikan oleh komunikator diteruskan oleh saluran atau
channel sampai ke komunikan sebagai penerima pesa.
Dipahami atau tidaknya sebuah pesan oleh komunikan
tergantung dari feed back yang diberikan oleh komunikan.
Feedback positif menunjukan bahwa pesan dipahami dengan
baik, sebaliknya feedback negatif menunjukan pesan mungkin
saja tidak dipahami dengan benar. Untuk membantu
penyampaian pesan ini diperlukan saluran berupa media
pembelajaran. Faktor yang dapat menyebabkan pesan tidak
dipahami dengan baik karena adanya noise dan barier atau
hambatan dan gangguan, noise ini dapat dialami oleh
komunikator, bisa terjadi pada komunikan , pada pesan juga
pada channel. Misalnya siswa tidak mengerti apa yang
dijelaskan guru karena kondisi perut sedang sakit, berarti
gangguan ada pada komunikan, siswa tidak menerima materi
dengan jelas karena saat itu sedang ada pembangunan
sehingga suasana berisik mengganggu pendengaran, hal ini
salurannya yang terganggu. Guru tidak entusias, tidak
bergairah dalam mengajar sehingga siswa kurang mengerti apa
yang diterangkan gurunya karena guru teresebut sedang ada
masalah keluarga, hal ini gangguan pada komunikator.
Selain faktor-faktor tersebut, terdapat juga
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas sebuah
komunikasi, baik faktor yang terjadi pada pengirim maupun
pada penerima pesan. Ishak (1995:3) menjelaskan
diantaranya :
1. Kemampuan berkomunikasi penyampai pesan seperti
kemampuan bertutur dan berbahasa dan kemampuan
menulis. Sedangkan faktor dari penerima pesan
diantaranya kemampuan untuk menerima dan menangkap
pesan seperti mendengar, melihat, dan
menginterpretasikan pesan.
2. Sikap dan pandangan penyampai pesan kepada penerima
pesan dan sebaliknya. Misalnya , rasa benci, pandangan
negatif, prasangka, merendahkan satu diantara kedua
Hakikat Media 3
Media Pembelajaran
Hakikat Media 4
belah pihak, sehingga akan menimbulkan kurangnya respon
terhadap isi psan yang disampaikan.
3. Tingkat pengetahuan baik penerima maupun penyampai
pesan. Sumber pesan yang kurang memahami informasi
yang ingin dicapai akan mempengaruhi gaya dan sikap
dalam proses penyampai pesan. Sebaliknya, penerima
pesan yang kurang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman terhadap informasi yang disampaikan tidak
akan mempu mencerna informasi dengan baik.
4. Latar belang sosial budaya dan ekonomi penyampai pesan
serta penerima pesan. Ketanggapan penerima pesan dalam
merespon informasi tergantung dari siapa dan oleh siapa
pesan itu disampaikan.
Berdasarkan uraian di atas, jelas tergambar bahwa
media merupakan bagian dari proses komunikasi. Baik
buruknya sebuah komunikasi ditunjang oleh penggunaan
saluran dalam komunikasi tersbut. Saluran / channel yang
dimaksud di atas adalah media. Karena pada dasarnya
pembelajaran merupakan proses komunikasi, maka media yang
dimasuk adalah media pembelajaran.
Bagan di atas menunjukkan bahwa dalam proses pembelajaran
itu terdapat pesan-pesan yang harus dikomunikasikan. Pesan tersebut
biasanya merupakan isi dari suatu topik pembelajaran. Pesan-pesan
tersebut disampaikan oleh guru kepada siswa melalui suatu media
dengan menggunakan prosedur pembelajaran tertentu yang disebut
metode.
Dalam sistem pembelajaran modern saat ini, siswa tidak
hanya berperan sebagai komunikan atau penerima pesan, bisa
saja siswa bertindak sebagai komunikator atau penyampai pesan.
Dalam kondisi seperti itu, maka terjadi apa yang disebut dengan
komunikasi dua arah (two way traffic communication) bahkan
komunikasi banyak arah (multi way traffic communication).
Dalam bentuk komunikasi pembelajaran manapun sangat
dibutuhkan peran media untuk lebih meningkatkan tingkat
keefektifan pencapaian tujuan/kompetensi. Artinya, proses
pembelajaran tersebut akan terjadi apabila ada komunikasi
antara penerima pesan dengan sumber/penyalur pesan lewat
media tersebut. Menurut Berlo (1960), komunikasi tersebut akan
efektif jika ditandai dengan adanya “area of experience” atau
daerah pengalaman yang sama antara penyalur pesan dengan
penerima pesan
B. KEDUDUKAN MEDIA DALAM SISTEM PEMBELAJARAN
Sebelum membahas tentang sistem pembelajaran,
kita pahami terlebih dahulu kata sistem. Sistem adalah suatu
totalitas yang terdiri dari sejumlah komponen atau bagian yang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang
lainnya. Pembelajaran dikatakan sebagai sistem karena
didalamnya mengandung komponen yang saling berkaitan untuk
mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Komponen –
komponen tersebut meliputi : tujuan, materi, metode, media dan
evaluasi. Masing-masing kompone saling berkaitan erat
merupakan satu kesatuan. Untuk lebih memahami sistem
pembelajaran lihatlah gambar di bawah ini :
Proses perancangan pembelajaran selalu diawali
dengan perumusan tujuan instruksional khusus sebagai
pengembangan dari tujuan instruksional umum. Dalam kurikulum
2006 perumusan indikator selalu merujuk pada kompetensi dasar
dan kompetensi dasar selalu merujuk pada standar kompetensi.
Usaha untuk menunjang pencapaian tujuan pembelajaran dibantu
oleh penggunaan alat bantu pembelajaran yang tepat dan sesuai
karakteristik komponen penggunannya. Setelah itu guru
menentukan alat dan melaksansakannya evaluasi. Hasil dari
evaluasi dapat menjadi bahan masukan atau umpan balik kegiatan
yang telah dilaksanakan. Apabila ternyata hasil belajar siswa
rendah, maka kita mengidentifikasi bagian-bangain apa yang
mengakibatkannya. Khususnya dalam penggunaan media, maka
perlu melihat bagaimana efektivitas apakah yang menjadi faktor
penyebabnya.
C. PENGERTIAN MEDIA
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai media, baiklah
kita simak dulu pengertiannya. Kata “media” berasal dari kata latin,
merupakan bentuk jamak dari kata “medium”. Secara harfiah kata
tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. Akan tetapi
sekarang kata tersebut digunakan, baik untuk bentuk jamak maupun
mufrad. Kemudian telah banyak pakar dan juga organisasi yang
memberikan batasan mengenai pengertian media. Beberapa diantaranya
mengemukakan bahwa media adalah sebagai berikut :
Ο Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru
(Schram, 1977).
Ο Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual,
termasuk teknologi perangkat kerasnya (NEA, 1969).
Ο Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses
belajar (Briggs, 1970).
Ο Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses
penyaluran pesan (AECT, 1977).
Ο Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar (Gagne, 1970).
Ο Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa
untuk belajar (Miarso, 1989).

Sabtu, 21 Maret 2009

ARTIKEL

PENDIDIKAN KITA

Memang harus kita akui ada diantara (oknum) generasi muda saat ini yang mudah emosi dan lebih mengutamakan otot daripada akal pikiran. Kita lihat saja, tawuran bukan lagi milik pelajar SMP dan SLTA tapi sudah merambah dunia kampus. Atau kita jarang (atau belum pernah) melihat demonstrasi yang santun dan tidak menggangu orang lain baik kata-kata yang diucapkan dan prilaku yang ditampilkan. Kita juga kadang-kadang jadi ragu apakah demonstrasi yang dilakukan mahasiswa murni untuk kepentingan rakyat atau pesanan sang pejabat.
Selain itu, berita-berita mengenai tindakan pencurian kendaraan baik roda dua maupun empat, penguna narkoba atau bahkan pengedar, pemerasan dan perampokan yang hampir setiap hari mewarnai tiap lini kehidupan di negara kita tercinta ini banyak dilakukan oleh oknum golongan terpelajar. Semua ini jadi tanda tanya besar kenapa hal tersebut terjadi?. Apakah dunia Pendidikan (dari SD sampai PT) kita sudah tidak lagi mengajarkan tata susila dan prinsip saling sayang - menyayangi kepada siswa atau mahasiswanya atau kurikulum pendidikan tinggi sudah melupakan prinsip kerukunan antar sesama? Atau inikah hasil dari sistim pendidikan kita selama ini ? atau Inikah akibat perilaku para pejabat kita?
Dilain pihak, tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme yang membuat bangsa ini morat-marit dengan segala permasalahanya baik dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial budaya serta pendidikan banyak dilakukan oleh orang orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi baik dalam negri maupun luar negri. Dan parahnya, era reformasi bukannya berkurang tapi malah tambah jadi. Sehingga kapan krisis multidimensi inI akan berakhir belum ada tanda-tandanya.
PERLU PENDIDIKAN YANG BERMORAL
Kita dan saya sebagai Generasi Muda sangat perihatin dengan keadaan generasi penerus atau calon generasi penerus Bangsa Indonesai saat ini, yang tinggal, hidup dan dibesarkan di dalam bumi republik ini. Untuk menyiapkan generasi penerus yang bermoral, beretika, sopan, santun, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu dilakukan hal-hal yang memungkin hal itu terjadi walaupun memakan waktu lama.
Pertama, melalui pendidikan nasional yang bermoral (saya tidak ingin mengatakan bahwa pendidikan kita saat ini tidak bermoral, namun kenyataanya demikian di masyarakat). Lalu apa hubungannya Pendidikan Nasional dan Nasib Generasi Penerus? Hubungannya sangat erat. Pendidikan pada hakikatnya adalah alat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang bermoral dan berkualitas unggul. Dan sumber daya manusia tersebut merupakan refleksi nyata dari apa yang telah pendidikan sumbangankan untuk kemajuan atau kemunduran suatu bangsa. Apa yang telah terjadi pada Bangsa Indonesia saat ini adalah sebagai sumbangan pendidikan nasional kita selama ini.
Pendidikan nasional selama ini telah mengeyampingkan banyak hal. Seharusnya pendidikan nasional kita mampu menciptakan pribadi (generasi penerus) yang bermoral, mandiri, matang dan dewasa, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.Tapi kenyataanya bisa kita lihat saat ini. Pejabat yang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme baik di legislative, ekskutif dan yudikatif semuanya orang-orang yang berpendidikan bahkan tidak tanggung-tanggung, mereka bergelar dari S1 sampai Prof. Dr. Contoh lainnya, dalam bidang politik lebih parah lagi, ada partai kembar , anggota dewan terlibat narkoba, bertengkar ketika sidang, gontok-gontokan dalam tubuh partai karena memperebutkan posisi tertentu (Bagaimana mau memperjuangkan aspirasi rakyat kalau dalam diri partai saja belum kompak).
Dan masih ingatkah ketika terjadi jual beli kata-kata umpatan ("bangsat") dalam sidang kasus Bulog yang dilakukan oleh orang-orang yang mengerti hukum dan berpendidikan tinggi. Apakah orang-orang seperti ini yang kita andalkan untuk membawa bangsa ini kedepan? Apakah mereka tidak sadar tindak-tanduk mereka akan ditiru oleh generasi muda saat ini dimasa yang akan datang? Dalam dunia pendidikan sendiri terjadi penyimpangan-penyimpang yang sangat parah seperti penjualan gelar akademik dari S1 sampai S3 bahkan professor (dan anehnya pelakunya adalah orang yang mengerti tentang pendidikan), kelas jauh, guru/dosen yang curang dengan sering datang terlambat untuk mengajar, mengubah nilai supaya bisa masuk sekolah favorit, menjiplak skripsi atau tesis, nyuap untuk jadi pegawai negeri atau nyuap untuk naik pangkat sehingga ada kenaikan pangkat ala Naga Bonar.
Di pendidikan tingkat menengah sampai dasar, sama parahnya, setiap awal tahun ajaran baru. Para orang tua murid sibuk mengurusi NEM anaknya (untungsnya, NEM sudah tidak dipakai lagi, entah apalagi cara mereka), kalau perlu didongkrak supaya bisa masuk sekolah-sekolah favorit. Kalaupun NEM anaknya rendah, cara yang paling praktis adalah mencari lobby untuk memasukan anaknya ke sekolah yang diinginkan, kalau perlu nyuap. Perilaku para orang tua seperti ini (khususnya kalangan berduit) secara tidak langsung sudah mengajari anak-anak mereka bagaimana melakukan kecurangan dan penipuan. (makanya tidak aneh sekarang ini banyak oknum pejabat jadi penipu dan pembohong rakyat). Dan banyak lagi yang tidak perlu saya sebutkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kembali ke pendidikan nasional yang bermoral (yang saya maksud adalah pendidikan yang bisa mencetak generasi muda dari SD sampai PT yang bermoral. Dimana proses pendidikan harus bisa membawa peserta didik kearah kedewasaan, kemandirian dan bertanggung jawab, tahu malu, tidak plin-plan, jujur, santun, berahklak mulia, berbudi pekerti luhur sehingga mereka tidak lagi bergantung kepada keluarga, masyarakat atau bangsa setelah menyelesaikan pendidikannya.Tetapi sebaliknya, mereka bisa membangun bangsa ini dengan kekayaan yang kita miliki dan dihargai didunia internasional. Kalau perlu bangsa ini tidak lagi mengandalkan utang untuk pembangunan. Sehingga negara lain tidak seenaknya mendikte Bangsa ini dalam berbagai bidang kehidupan.
Dengan kata lain, proses transformasi ilmu pengetahuan kepada peserta didik harus dilakukan dengan gaya dan cara yang bermoral pula. Dimana ketika berlangsung proses tranformasi ilmu pengetahuan di SD sampai PT sang pendidik harus memiliki moralitas yang bisa dijadikan panutan oleh peserta didik. Seorang pendidik harus jujur, bertakwa, berahklak mulia, tidak curang, tidak memaksakan kehendak, berperilaku santun, displin, tidak arogan, ada rasa malu, tidak plin plan, berlaku adil dan ramah di dalam kelas, keluarga dan masyarakat. Kalau pendidik mulai dari guru SD sampai PT memiliki sifat-sifat seperti diatas. Negara kita belum tentu morat-marit seperti ini.
Kedua, Perubahan dalam pendidikan nasional jangan hanya terpaku pada perubahan kurikulum, peningkatan anggaran pendidikan, perbaikan fasilitas. Misalkan kurikulum sudah dirubah, anggaran pendidikan sudah ditingkatkan dan fasilitas sudah dilengkapi dan gaji guru/dosen sudah dinaikkan, Namun kalau pendidik (guru atau dosen) dan birokrat pendidikan serta para pembuat kebijakan belum memiliki sifat-sifat seperti diatas, rasanya perubahan-perubahan tersebut akan sia-sia. Implementasi di lapangan akan jauh dari yang diharapkan Dan akibat yang ditimbulkan oleh proses pendidikan pada generasi muda akan sama seperti sekarang ini. Dalam hal ini saya tidak berpretensi menyudutkan guru atau dosen dan birokrat pendidikan serta pembuat kebijakan sebagai penyebab terpuruknya proses pendidikan di Indonesia saat ini. Tapi adanya oknum yang berperilaku menyimpang dan tidak bermoral harus segera mengubah diri sedini mungkin kalau menginginkan generasi seperti diatas.
Selain itu, anggaran pendidikan yang tinggi belum tentu akan mengubah dengan cepat kondisi pendidikan kita saat ini. Malah anggaran yang tinggi akan menimbulkan KKN yang lebih lagi jika tidak ada kontrol yang ketat dan moralitas yang tinggi dari penguna anggaran tersebut. Dengan anggaran sekitar 6% saja KKN sudah merajalela, apalagi 20-25%.
Ketiga, Berlaku adil dan Hilangkan perbedaan. Ketika saya masih di SD dulu, ada beberapa guru saya sangat sering memanggil teman saya maju kedepan untuk mencatat dipapan tulis atau menjawab pertanyaan karena dia pintar dan anak orang kaya. Hal ini juga berlanjut sampai saya kuliah di perguruan tinggi. Yang saya rasakan adalah sedih, rendah diri, iri dan putus asa sehingga timbul pertanyaan mengapa sang guru tidak memangil saya atau yang lain. Apakah hanya yang pintar atau anak orang kaya saja yang pantas mendapat perlakuan seperti itu.? Apakah pendidikan hanya untuk orang yang pintar dan kaya? Dan mengapa saya tidak jadi orang pintar dan kaya seperti teman saya? Bisakah saya jadi orang pintar dengan cara yang demikian?
Dengan contoh yang saya rasakan ini (dan banyak contoh lain yang sebenarnya ingin saya ungkapkan), saya ingin memberikan gambaran bahwa pendidikan nasional kita telah berlaku tidak adil dan membuat perbedaan diantara peserta didik. Sehingga generasi muda kita secara tidak langsung sudah diajari bagaimana berlaku tidak adil dan membuat perbedaan. Jadi, pembukaan kelas unggulan atau kelas akselerasi hanya akan membuat kesenjangan sosial diantara peserta didik, orang tua dan masyarakat. Yang masuk di kelas unggulan belum tentu memang unggul, tetapi ada juga yang diunggul-unggulkan karena KKN. Yang tidak masuk kelas unggulan belum tentu karena tidak unggul otaknya tapi karena dananya tidak unggul. Begitu juga kelas akselerasi, yang sibuk bukan peserta didik, tapi para orang tua mereka mencari jalan bagaimana supaya anaknya bisa masuk kelas tersebut.
Kalau mau membuat perbedaan, buatlah perbedaan yang bisa menumbuhkan peserta didik yang mandiri, bermoral. dewasa dan bertanggungjawab. Jangan hanya mengadopsi sistem bangsa lain yang belum tentu cocok dengan karakter bangsa kita. Karena itu, pembukaan kelas unggulan dan akselerasi perlu ditinjau kembali kalau perlu hilangkan saja.
Contoh lain lagi , seorang dosen marah-marah karena beberapa mahasiswa tidak membawa kamus. Padahal Dia sendiri tidak pernah membawa kamus ke kelas. Dan seorang siswa yang pernah belajar dengan saya datang dengan menangis memberitahu bahwa nilai Bahasa Inggrisnya 6 yang seharusnya 9. Karena dia sering protes pada guru ketika belajar dan tidak ikut les dirumah guru tersebut. Inikan! contoh paling sederhana bahwa pendidikan nasional kita belum mengajarkan bagaimana berlaku adil dan menghilangkan Perbedaan.
PEJABAT HARUS SEGERA BERBENAH DIRI DAN MENGUBAH PERILAKU
Kalau kita menginginkan generasi penerus yang bermoral, jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Maka semua pejabat yang memegang jabatan baik legislative, ekskutif maupun yudikatif harus berbenah diri dan memberi contoh dulu bagaimana jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berperilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok kepada generasi muda mulai saat ini.
Karena mereka semua adalah orang-orang yang berpendidikan dan tidak sedikit pejabat yang bergelar Prof. Dr. (bukan gelar yang dibeli obral). Mereka harus membuktikan bahwa mereka adalah hasil dari sistim pendidikan nasional selama ini. Jadi kalau mereka terbukti salah melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, jangan cari alasan untuk menghindar. Tunjukan bahwa mereka orang yang berpendidikan , bermoral dan taat hukum. Jangan bohong dan curang. Apabila tetap mereka lakukan, sama saja secara tidak langsung mereka (pejabat) sudah memberikan contoh kepada generasi penerus bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan orang untuk jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok. Jadi jangan salahkan jika generasi mudah saat ini meniru apa yang mereka (pejabat) telah lakukan . Karena mereka telah merasakan, melihat dan mengalami yang telah pejabat lakukan terhadap bangsa ini.
Selanjutnya, semua pejabat di negara ini mulai saat ini harus bertanggungjawab dan konsisten dengan ucapannya kepada rakyat. Karena rakyat menaruh kepercayaan terhadap mereka mau dibawah kemana negara ini kedepan. Namun perilaku pejabat kita, lain dulu lain sekarang. Sebelum diangkat jadi pejabat mereka umbar janji kepada rakyat, nanti begini, nanti begitu. Pokoknya semuanya mendukung kepentingan rakyat. Dan setelah diangkat, lain lagi perbuatannya. Contoh sederhana, kita sering melihat di TV ruangan rapat anggota DPR (DPRD) banyak yang kosong atau ada yang tidur-tiduran. Sedih juga melihatnya. Padahal mereka sudah digaji, bagaimana mau memperjuangkan kepentingan rakyat. Kalau ke kantor hanya untuk tidur atau tidak datang sama sekali. Atau ada pengumuman di Koran, radio atau TV tidak ada kenaikan BBM, TDL atau tariff air minum. Tapi beberapa minggu atau bulan berikutnya, tiba-tiba naik dengan alasan tertentu. Jadi jangan salahkan mahasiswa atau rakyat demonstrasi dengan mengeluarkan kata-kata atau perilaku yang kurang etis terhadap pejabat. Karena pejabat itu sendiri tidak konsisten. Padahal pejabat tersebut seorang yang bergelar S2 atau bahkan Prof. Dr. Inikah orang-orang yang dihasilkan oleh pendidikan nasional kita selama ini?
HARAPAN
Dengan demikian, apabila kita ingin mencetak generasi penerus yang mandiri, bermoral, dewasa dan bertanggung jawab. Konsekwensinya, Semua yang terlibat dalam dunia pendidikan Indonesia harus mampu memberikan suri tauladan yang bisa jadi panutan generasi muda. jangan hanya menuntut generasi muda untuk berperilaku jujur, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berprilaku santun, bermoral, tahu malu dan tidak arogan serta mementingkan kepentingan bangsa bukan pribadi atau kelompok.
Tapi para pemimpin bangsa ini tidak melakukannya. Maka harapan tinggal harapan saja. Karena itu, mulai sekarang, semua pejabat mulai dari level tertinggi hingga terendah di legislative, eksekutif dan yudikatif harus segera menghentikan segala bentuk petualangan mereka yang hanya ingin mengejar kepentingan pribadi atau kelompok sesaat dengan mengorbankan kepentingan negara. Sehingga generasi muda Indonesia memiliki panutan-panutan yang bisa diandalkan untuk membangun bangsa ini kedepan.

MADRASAH: LEMBAGA PENDIDIKAN BERBASIS “KARAKTER MANUSIA”

Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,keparibadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (UUSPN No. 2 Tahun 1989, pasal 4).
Manusia Indonesia seutuhnya, menurut Indra Djati Sidi, di samping yang tercantum dalam UUSPN, juga perlu memiliki keunggulan dan ketangguhan untuk dapat bersaing di abad millenium ini. Pada abad ini, keterbukaan dan persaingan di berbagai bidang akan semakin meningkat. Oleh karena itu lebih lanjut Indra DJati, mengatakan sebgai bangsa agar kita dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia, maka diperlukan watak dan karakter bangsa yang unggul, tangguh, memiliki nasionalisme yang tinggi, memiliki komitmen terhadap kewajibannya sebagai warga Negara yang baik.
Ketika kita berbicara tentang pendidikan tidak sebatas tembok-tembok kelas sekolah, tidak sebatas menyampaikan angka-angka, dan rangkaian kalimat-kalimat kepada siswa, tetapi sebagaimana yang dikatakan oleh Nurcholis Majid (alm), membicarakan pendidikan melibatkan banyak hal yang yang harus direnungkan. Sebab, pendidikan meliputi keseluruhan tingkah laku manusia yang dilakukan demi memperoleh kesinambungan, pertahanan dan peningkatan hidup. Dalam bahasa agama, demi memperoleh ridha atau perkenan Allah. Sehingga keseleruhan tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur (berakhlaq Karimah), atas dasar percaya atau iman kepada Allah dan tanggung jawab pribadi di Hari Kemudian. Hal semacam ini terkandung dalam do’a iftitah sholat, bahwa sholat kita, darma bakti, hidup dan mati kita adalah untuk atau milik Allah, seru sekalian alam.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan islam di Indonesia telah muncul dan berkembang seiring dengan masuk dan berkembangnya islam di Indonesia. Madrasah tersebut telah mengalami perkembangan jenjang dan jenisnya seirama dengan perkembangan bangsa Indonesia sejak zaman kesultanan, masa penjajahan dan kemerdekaan. Perkembangan tersebut telah mengubah pendidikan dari bentuk awal seperti pengajian di rumah-rumah, mushalla dan masjid menjadi lembaga formal sekolah seperti bentuk madrasah yang kita kenal saat ini.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan madrasah, dari segi materi pendidikan telah terjadi perkembangan, kalau semula hanya belajar mengaji al-Qur,an dan ibadah praktis, melalui system madrasah materi pelajaran mengalami perluasan seperti tauhid, tafsir, hadits, bahasa Arab. Sehingga terjadi sebuah ketidak seimbangan dalam perkembangan intlektualias siswa madrasah, disatu sisi sangat bagus dalam penguasaan ilmu-ilmu agama, namun di sisi lain kalau tidak keliru sangat lemah dalam penguasaan keilmuan yang berkarakteristik umum, sehingga dalam perkembangan kemudian madrasah mengadopsi pelajaran umum seperti sekolah-sekolah dibawah pembinanaan Dikbud (Dikpora). Dengan begitu, selain terjadi intergrasi ilmu agama dan umum, madrasah telah memberikan program-program pendidikan yang setara dengan pendidikan yang diberikan ileh Depdikbud (Dikpora).
Sebagai sebuah lembaga pendidikan madrasah tentunya tidak akan berbeda sistem pendidikan yang dikembangkannya dengan sekolah-sekolah yang lain, baik dari kurikulum, proses, maupun tujuannya…. Lihat buku Prof Tafsir IPI…
Berbicara tentang madrasah tidak pernah akan habis dalam wacana pendidikan, dalam tataran historis bangsa inipun madrasah tidak lepas dari gandengan tangan zaman kolonialis, namun tangan- tangan kolonialis terputus dalam merenda pendidikan yang dilakoni oleh madrasah. Betapa tidak waktu itu madarasah dijaga ketat, dibelenggu oleh aturan-aturan administrative pemerintah kolonial. Pasca kemerdekaan, warisan-warisan paradigma kolonilis masih membelenggu alam sadar komponen bangsa ini dalam menyikapi madarasah, padahal kalau mau jujur betapa banyak anak bangsa ini yang terselamatkan dari buta aksara, tercerahkan wawasan dan sisi bathin kemanusiaan di isi dengan unsure-unsur ke Ilahian, karena sumbangsih madrasah. Namun dengan semangat dan tekad yang dimiliki oleh madrasanis (orang-orang yang peduli madrasah) lembaga madrasah ini masih tetap eksis sampai sekarang, walau sempat tertatih dan terseok-seok oleh kebijakan politik pendidikan dalam negeri yang konon mayoritas umatnya beragama islam. Dalam konteks kekinian madarasah adalah sekolah umum yang bercirikan agama, karena doktrin kurikulum yang dianut sama dengan SMA, tinggal pengelolaan madrasah sebagai wadah pembinaan kreatifitas umat untuk mengarah kepada yang berkualitas dan tentunya juga islami.Kembali ke judul tulisan ini, bagaimana madrasah di kelola supaya bisa mengembangkan asfek-asfek kemanusiaan peserta didik, supaya lebih manusiawi.
Madrasah Berbasis Karakter manusia
Ketika kita berbicara pendidikan yang berkualitas dari out put, lulusannya terkadang terlihat ada sebuah kepincangan di satu sisi intlektualitas tidak diragukan kalau bisa dikatakan seperti itu. Namun dari sisi kemanusiaan tidak terjadi sebagai mana perolehan intlektualitas, kurang peduli dalam ranah social, agak cuek dengan masalah-masalah social…. Lihat Buku Epistimmologi Islam (Prof Mastuhu)

GURU “OASIS” DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Sesungguhnya pendidik dalam syariat islam yang lurus
Adalah manusia penuh kasih sayang bukannya yang
Sombong berbangga diri
Sekumpulan gembala
bercucuran darah dilecuti
cemeti keangkuhan
Ia melihat dirinya singa
Yang telah menyerang
Dalam kegelapan anak-anak kita
Wahai para penggembala
Adalah titipan di pundak kalian
Bukannya boneka yang dibuat tergesa
(Syaikh Kamil Badr)

Pendidik dalam islam ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak anak didik, dalam islam, orang yang paling bertanggung jawab itu adalah orang tua anak didik, menurut Prof. H. A. Tafsir sekurang-kurangnya ada dua hal : 1). Karena kodrati, yaitu karena orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ditakdirkan pula untuk bertanggung jawab untuk mendidik anaknya. 2). Karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya sukses orang tua juga.
Dengan alasan ini tidak sedikit orang tua yang menentukan dan memaksakan pilihan pendidikan bagi anak-anaknya dari tingkat TK sampai Perguruan Tinggi, tanpa pernah mau tahu potensi apa yang dimiliki oleh anak-anaknya.
Seiring dengan perkembangan zaman pendidikan keluarga, tidak lagi menjadi lembaga sentral untuk menddik anak, peranan orang tua sebagai pendidik, bergeser ke lembaga formal,sekolah. Yang did alamnya ada program yang sistematik dalam memberikan bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (peserta didik), agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya secara optimal,baik menyangkut asfek fisik, psikis(intlektual dan emosional), social, maupun moral – spiritual (Prof. Syamsu Yusuf), senada dengan Syamsu Yusuf, mengenai aspek yang perlu dikembangkan pada diri siswa, A.Tafsir mengatakan peserta didik perlu mendapatkan perhatian secara totalitas dalam aspek jasmani, akal dan rohaninya. Tanggung jawab sekolah sangat berat sekali dalam membentuk kepribadian peserta didik, yang bukan hanya kogniotif oriented. Sehingga, Hurlock (1959) sekolah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadian anak, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga, dan guru substitusi dari orang tua. Dan yang di sebut terakhir ini (guru) menjadi harapan sekolah dan orang tua untuk melaksanakan tugas mendidik. Mengenai peranan guru (pendidik) dalam pendidikan akhlak peserta didik, Syamsu Yusuf, mengutip pendapat Imam Al-Ghazali bahwa penyembuhan badan memerlukan seorangdokter yang tahu tentang tabiat badan serta macam-macam penyakitnya dan cara penyembuhannya. Demikian pula halnya dengan penyembuhan jiwa dan akhlak. Keduanya membutuhkan guru (pendidik) yang tahu tentang tabiat dan kekurangan jiwa manusia serta cara memperbaiki dan mendidiknya. Kebodohan seorang dokter akan merusak kesehatan orang sakit. Begitupun kebodohan guru akan merusak akhlak muridnya.
Salah satu hal yang sangat menarik pada ajaran islam ialah penghargaan islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya tingginya penghragaan itu, menurut A. Tafsir, sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Penghargaan islam terhadap ilmu tergambar dalam-antara lain-hadits yang artinya sebagai berikut: 1).Tinta ulama lebih berharga darah syuhada. 2).Orang berpengetahuan meebihi orang yang senang beribadat,yang berpuasa dan menghabiskan waktu malamnya untuk mengerjakan shalat.3).Apabila meninggal seorang alim (berilmu),maka terjadilah kekosongan dalam islam yang tidak dapat didisi kecuali seseorang alim yang lain.
Ilmu dating dari, guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang menembus langit ini,telah melahirekan sikap pada orang islam bahwa ilmu iitu tidak terpisah dari Allah; ilmu tidak terpisah dari guru, maka kedudukan guru amat tinggi dalam islam. Pandangan ini selanjutnya akan menghasilkan hubungan yang khas antara guru dan murid. Dalm islam tidak berdasarkan hubungan untung- rugi, apalagi untuk dalam arti ekonomi. Inilah penyebab yang pernah muncul kalangan ulama islam bahwa guru haram mengambil upah (gaji) dari pekerjaan mengajar.Hubungan guru murid dalam islam pada hakikatnya adalah hubungan keagamaan, suatu hubungan yang mempunyai nilai kelangitan.
Ketika salah satu stasiun televisi pernah menyuguhkan tayangan “Artis Jumpa Fans” yang di kemas dalam acara “Mimpi Kali Ye” saya begitu kagum dengan sifat emosional yang dimiliki oleh fans, mereka sangat histeris, menangis sesunggukan,memeluk,mencium, bahkan pingsan, saat sang idola berada di sampingnya. memang terlihat sekali rasa sensitivitas yang mengakar dalam jiwa-jiwa kekaguman. Dunia selebritis dengan dunia yang digeluti oleh sosok “guru” sangat jauh berbeda. Tapi minimal ada sebuah kemiripan walau agak dipaksakan. Guru dan artis adalah sebuah profesi (paradigma Barat), peserta didik dan fans adalah manusia yang sama-sama mempunyai keterikatan emosional.
Tulisan ini tidak ingin menggeret wacana supaya terjadi sebuah perjumpaan antara guru dan peserta didik ala selebriti dan fans-nya. Tapi bagaimana seorang guru bisa dijadikan sebuah sandaran kegelisahan jiwa-jiwa merana atau jiwa nomaden siswanya untuk melakukan pencerahan intlektual, membangun aklaq al-Karimah, atau ketika seorang siswa berada dalam kelas, ia bisa tenang, sejuk dalam tataran psikologis, kala melihat gurunya menyampaikan bahan ajar, ibarat seseorang yang berada dipadang sahara melihat oasis, lalu mendekat dan merasakan kesejukan dan kedamaian saat berada dalam lingkaran oasis tersebut.
Guru dituntut bagamana membangun dan menata kepribadian serta kompetensinya, supaya ketika akan masuk kelas, ia sudah mapan dalam keilmuannya, dan penggunaan metodologi keilmuan yang bagus, hingga siswanya tergeret secara psikologis untuk mengikuti pembelajaran tanpa ada unsur-unsur keterpaksaan. Siswa merasa terlindungi dan dibimbing secara alamiah tanpa ada rasa tekanan. sehingga ia akan datang ke lembaga pendidikan diiringi dengan motivasi yang tinggi untuk menerima ilmu. Dan merekonstrusikannya kembali dalam kehidupan nyata, serta ilmu yang ia dapatkan bisa dijadikan sebagai acuan bertutur dan bersikap yang normatif. Untuk menjadikan harapan itu menjadi sebuah kenyataan, tentunya seorang guru harus berbenah agar ia dijadikan figur oleh peserta didik, agar mereka, ketika menemukan sebuah kegamangan tentang kehidupan, mereka kembali ke gurunya untuk mencari sebuah solusi bijak, dalam rangka menata kepribadian kearah yang lebih matang dan bertanggung jawab.
Tapi kenyataan yang kita temukan, di meja-meja siswa ada coretan-coretan protes seorang siswa yang tidak puas dengan keadaan gurunya, baik dalam penguasaan bahan ajar, maupun cara penyampain dan tafsiran bahan ajar, bahkan lebih sadis lagi coretan tersebut beralih ke tembok-tembok sekolah, sembari memunculkan sumpah serapah seoarng siswa kepada guru. Apa yang terjadi sebenarnya, apakah guru telah mati suri dalam unsur kharismatiknya, atau telah mati rasa dalam menyikapi problem yang di alami siswa atau ada aspek lain yang mempengaruhi kondisi psikologis siswa, atau tidak ada lagi ada teman yang sanggup mengerti tentang beban hidup mereka, bahkan termasuk gurunya, ketika ia mencoba untuk curhat ke teman-temannya, ia malah diabaikan begitu saja atau mungkin disuguhkan kata-kata hinaan, lalu ketika ia mencoba memunculkan dengan sikap yang berbeda di kelas, usil ke teman sekelasnya, ternyata guru memarahinya, mereka tidak menemukan sebuah kata-kata empatik. Maka guru tidak lagi di pandang sebagai oasis dalam sahara pendidikan yang bisa menyejukkan baik, dari tampilan sikap, tutur kata yang bijak.
Atau barang kali tanpa disadari alam pikiran telah dicekoki, bahkan menjadikan ajaran-ajaran marxis sebagai sebuah ideology, yang terlalu mengedapan material untuk berprestasi, sehingga yang dijadikan ukuran-ukuran prestasi adalah tumpukan sertifikat, local maupun nasional, dan penghargaan materialistic lainnya, tapi guru tidak lagi peduli kondisi siswanya, yang ingin dibimbing dengan penuh kasih sayang, menghargainya sebagai manusia dan mengembangkan unsure-unsur kemanusiaan dengan pendekatan yang lebih humanis, sebagai yang tersirat pada bait-bait puisi diatas.
Sementara jiwa nomaden yang dimiliki siswa terus mengalami sebuah konversi, pada usia anak sekolah, yang diakibatkan interaksi dengan, teman sejawatnya, surat kabar, majalah, media beserta lingkungannya. Apalagi pada zaman yang serba instan sekarang ini, manusia dengan begitu mudahnya mengakses berbagai macam informasi, yang bisa dijadikan referensi dalam berpikir, bersikap dan berprilaku, tak ketinggalan juga yang namanya peserta didik untuk tergiring kedalam system kehidupan zaman sekarang. Terlebih lagi dengan semakin maraknya suguhan TV hedonistik, meminjam istilahnya Idi Subandi Ibrahim, acara remeh temeh yang ditampilkan langsung diadopsi oleh berbagai macam elemen masyarakat. A. Bandara, Salah seorang tokoh teori belajar social (social learning theory), mengemukakan “orang belajar dari pengalaman langsung atau dari pengamatan (mencontoh model). Orang belajar dari apa yang ia dengar, dan lihat di media, dan juga dari orang lain, serta linkungkannya.” Disinilah dituntut kecerdsan dan kepekaan seorang guru untuk lebih sensitive dan obyektif dalam melihat kondisi peserta didiknya dengan multi dimensional, sehingga ketika peserta didik mendapatkan sebuah kesulitan belajar, guru tidak mengkambing hitamkan peserta didik sebagai tempat berpijaknya semua permasalahan. Tanpa pernah ada niat menggurui, di saat ada waktu senggang alangkah arifnya seorang guru untuk menanyakan keadaan siswanya bagaimana belajarnya, kendala apa saja yang dihadapi dan sekaligus mempunyai sebuah alternatif jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. dan lebih arif dan bijak lagi kalau guru menanyakan sisi mana kelemahannya sewaktu mengajar dalam kelas, dan guru juga harus banyak melakukan introspeksi dan otokritik terhadap penggunaan metode pembelajaran yang ia gunakan, karena yang lebih banyak tahu dan menilai kelebihan dan kelemahan guru adalah peserta didik di kelas.Hal semacam ini akan menjadikan hubungan guru dan siswa menjadi lebih dekat dan komunikatif dan ingat wibawa guru itu tidak akan rontok. Walaupun kedudukan guru dalam pandangan islam menurut A. Tafsir, mempunyai warna kelangitan.
Oleh karena itu di sinilah dituntut seorang kepala sekolah harus membangun lingkungan kerja yang menyenangkan, membangun dan mengembangkan semangat kebersamaan, sambil membuang sikap pilih kasih terhadap patner kerjanya, yakni guru-guru di lingkungannya, kepala sekolah hendaknya menunjukkan kearifan local dan lingkungan kerja, sehingga akan tercipta suasana yang menyenangkan, menyapa guru-guru dan siswanya dengan ramah,mengeluarkan kata-kata yang menyejukkan hati, kala ada seorang guru dan siswanya berbuat kekeliruan sebatas kekeliruan dalam dunia pendidikan ia membimbingnya, bukan menunjukkan sikap yang cuek dan muka masam, Bila lingkungan kerja yang demikian diciptakan, gurupun akan menikmati pekerjaan dengan baik, dan akan menampilkan sikap-sikap oasis serta akan mengalir ke jiwa-jiwa peserta didik dengan tenang dan damai. Sebagai sebuah renungan untuk membina peerta didik, ketika Rasulullah mendidik,membimbing sahabat-sahabatnya beliau sangat dekat sekali dengan para sahabat-sahabtanya, ketika membentuk halakah untuk menyampaikan wahyu sebagai bahan ajar, beliau duduk bersama sehingga orang lain yang melihat kenyataan semacam itu, tidak bias mebedakan mana Rasul dan sahabat-sahabatnya, rasulullah di jadikan sandaran bagi sahabat-sahabat, kala mereka menemukan sebuah problem ia kembali ke rasul Wallahu A’lam
Penulis, Guru MAN 2 Lima Kaum, MahasiswaS2,Konsentrasi Pendidkan SKI, UIN Sunan Gunung Djati, Bandung
Baaaaaacaaaa doooeeeelooooeeee

KEPALA SEKOLAH, KELOMPOK KERJA GURU (KKG) DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM

Di atas dunia ini tidak ada sesuatupun yang abadi, selalu mengalami sebuah proses gerak dan mengalami perubahan, sebagaimana yang di katakan oleh Heraklitus, kita tidak akan menginjak air yang sama untuk kedua kalinya, dengan nada yang sama Henri Bergson, memerikan realitas “sebagai Kesinambungan menjadi”. Gerak dan perubahan kehidupan cendrung berkembang kearah yang lebih baik dan lebih maju, atau akan selalu berpihak kepada kemudahan hidup manusia. Rumi berkata, “segala sesuatu cinta pada kesempurnaan, maka iapun meronta ke atas laksana tunas”semua inilah yang dinamakan dinamika kehidupan.
Dinamika atau perubahan ini merupakan suatu realitas yang tidak bisa dihindari dan dibantah, dan telah menjadi sifat dasar dari segala yang ada dibumi ini, termasuk manusia dan lembaga-lembaga yang ia bikin.Dinamika kehidupan merambah dalam semua aspek kehidupan dan tidak ada yang luput darinya, termasuk dunia pendidikan serta aspek-aspek yang mengitari dunia pendidikan tersebut, yang salah satunya adalah kurikulum pendidikan.lihat buku pembagna n pendiidikan nasinonal dari 45-55 dan E Mulyasa
Perubahan kurikulum harus diantisifasi dan dipahami oleh berbagai pihak, karena kurikulum sebagai rancangan h 4.
Kepala Sekolah
Semua orang akan mengatakan, bahwa titik sentral dalam sebuah lembaga pendidikan sekolah, sangat terletak dalam kepiawaian dan kecerdasan seorang kepala sekolah dalam mengelola lembaga pendidikan ini. Supaya sekolah/madrasah mempunyai arti penting dalam menjalankan misi bangsa dalam hal mencerdaskan kehidupan masyarakat lewat dunia pendidikan dibutuhkan seorang kepala sekolah yang potensial, sehat jasmani dan rohaninya, mengembangkan sikap – sikap demokratis, yang selalu melihat kelebihan bawahannya tidak sibuk mencari kesalahan anak buahnya, jangan cepat masuk angin bila di kritik, apalagi lagi kalau tidak diikuti peraturannya yang dalam lingkaran gaya lama

MASYARAKAT YANG “MATI RASA”

Satu kata banyak makna
Dua kata selaksa makna
Dan kodrat manusia tuk berucap kata
Tiada jejak kemana perginya kata-kata
Seolah lenyap ditelan sunyi semesta
Menghilang cepat begitu bibir berucap
Dan telingap pun cukup sekali menangkap
…………majalah “iman”
Kecanggihan ilmu dan tekhnologi pada era sekarang ini telah memberikan berbagai macam kemudahan bagi umat manusia, bermacam informasi yang terjadi di belahan dunia dengan cepat, hampir-hampir tanpa hitungan detik sudah bisa diterima oleh manusia ditempat duduknya, di rumah, tempat kerja, atau mungkin juga di saat ia berada di dalam toilet. Dengan berbagai info yang diakses oleh manusia dan masyarakatnya, mejadikan ia makin cerdas secara intlektual.
Aspek kemanusiannya dalam bidang akal, manusia telah terpenuhi dengan capaian ilmu pengetahuan dan teknologi, dengannya apapun yang diinginkan oleh manusia bisa terwujud mulai dari hal-hal yang sangat kecil dan sederhana, semacam peniti, hingga yang berskala luar biasa, cloning sperma manusia, dan untuk mengetahui jenis kelamin anak yang masih dalam kandungan, berapa kilo gram beratnya dan kapan ia di lahirkan, yang semula merupakan rahasia Tuhan dan diyakini sedemikian rupa,telah terjawab dengan cepat oleh teknologi, sehingga Niestche seorang filosof Prancis mengatakan “Tuhan telah Mati”. Anggapan ini lahir, karena ia begitu percaya dan mengagungkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, dan tidak percaya lagi terhadap agama, karena agama telah terkalahkan dalam menjawab realitas kehidupan. Sehingga aspek spiritual manusia dipertanyakan, sehingga masyarakat cepat masuk angin dan terasa sakit.
Karena unsure-unsur spiritualnya terabaikan oleh sikap-sikap hidup komsumtif, hedonistic, masyarakat cepat sakit.atau sebagaimana yang dikatakan oleh Idi Subandy Ibrahim dalam bukunya Sirna Komunikasi Empatik, kita menjadi masyarakat yang “ mati rasa”. Sehingga kehilangan empati dalam berperilaku,berbahasa dan bersikap. Betapa sering kita mendapatkan informasi tentang korupsi, anak yang membunuh ibu kandungnya, bapak membunuh ankanya dan istri yang membun suaminya, masyarakat yang semula akur damai bisa bersnda gurau di emperan masjid, tapi kini masyarakat itu telah saling bermusuhan, saling mengintip di mana kelemahan satu sama lain untuk saling menjatuhkan di depan public, dan ia merasa bangga telah bisa menghancurkan karir politik lawannya. Saudara menjadi musuh, musuh menjadi saudara, yang abadi adalah kepentingan dan kebutuhan, dalam ideology politik praktis.
Secara tidak sadar, masyarakat telah mewariskan dan melahirkan sebuah generasi yang belajar menghubungkan citra dan informasi kekerasan, penderitaan, dan kemiskinan dengan kesenangan. Karena terus menerus dijejali dengan informasi seperti itu, menjadikan hati kian mengeras dan tumpul, sehingga kehilangan empati terhadap korban, rasa sakit, dan penderitaan pun telah mulai pudar pada yang paling dalam.
……..
Ajaran-ajaran agama kini kembali meninggi ke langit tidak membumi lagi, karena agama sebatas symbol-simbol yang sangat aneh dan tidak bisa ditangkap dan pegang oleh umatnya. Atau mungkin juga ”aku, kamu, kalian” (masyarakat) telah menjadi “Niestche baru” dalam kehidupan bermasyarakat.
Betapa tidak setiap hari jum’at khatib, mengeluarkan kata-kata yang penuh petuah, dan setiap hari minggu pun dinyanyikan lagu-lagu kedamaian di gereja –gereja,begitu juga kata yang bijak dikeluarkan dari balik Vihara dan aktivitas – aktivitas keagamaan di Pura, tapi kini semua itu tidak mampu ditangkap oleh hati nurani, yan menangkapnya hanya teliga,sehingga ia kehilangan makna sebagai mana tersirat di penggalan puisi di atas…..
Dengan mudahnya anggota masyarakat terprovokasi untuk melakukakan pengrusakan terhadap kantor-kantor, gedung-gedung, hanya karena tokoh yang diidolakan tidak lolos menjadi seorang gubernur, bupati, kepala desa, hingga ketua RT. Tidak sebatas pengrusakan fasiitas-pasilitas umum, tetapi sudah saling terror dan menghasut, bahkan sampai saling membunuh. Masyarakat yang damai, aman, yang saling mengembangkan musyawarah, yang anggotanya saling sapa dengan santun kini hanya berada dalam dalam komunitas “ mimpi “.terlihat sekali masyarakat hanya siap menang dan tidak siap untuk kalah, Allah memang maha kuasa dan mengetahui kondisi manusia, sehingga Ia mengeluarkan hak prerogatifnya untuk memilih dan mengangkat RasulNya, tidak bisa dibayangkan kalau diserahkan ke pada manusia,untuk memilih dan mengangkat seorang rasul, kemungkinan besar setiap saat akan terjadi pertupahan darah hanya gara-gara memilih seorang nabi dan rasul.
Zaman yang kini modern betul-betul berada pada masa fatrah, anggota masyarakat menjadi salah kafrah ,masyarakat telah dibiarkan dan membiarkan dirinya berprilaku sewenang-wenang berdasarkan humanismenya, karena ia menganggap segala yang ada bisa ia ciptakan sendiri dan mengendalikannya sendiri, atau meminjam istilah Prof Mastuhu, masyarakat semrawut,tapi menjadi kreatif, kreatif dalam menghasut, kreatif dalam menghina, kreatif untuk menghilangkan nyawa orang lain, tapi masyarakat menjadi hilang kecerdasannya dalam mengembangkan semangat kebersamaannya, saling menegur dengan sopan satun dan kata-kata yang bijak, dan yang tegur karena ada kesalahannya, juga semesti sadar diri atas kekliruan dan kehilafan yang diperbuat,bukan mengambil sikap denagn cara mengerahkan massa untuk menjustifikasi kesalahannya,halsemacam ini terjadi sekarang ini dalam masyarakat yang mudah sekali masuk angina. Bukannya bersama-sama untuk saling gandeng tangan dalam menatap masa depan yang lebih cerah, dalam membangun bangsa,Negara (makro), membangun desanya(mikro).
Adakah solusi damai dari kondisi masyarakat yang mask angin seperti ini ? ataukah dibiarkan begitu saja berjalan apa adanya bak air yang mengalir? Atau akan lahir generasi-generasi baru yang akan mengentaskan semuanya? Tapi mungkinkah generasi baru baru akan mampu merubahnya? Karena generasi yang akan datang juga telah dipersiap menjadi anggota masyarakat yang masuk angin oleh pendidikan yang diwariskan oleh masyarakat sebelumnya….
Sikap-sikap tidak simpatik telah menjadi sebuah rutinitas dalam kehidupan sehari-hari, ditengah kehidupan masyarakat
Wallahu A’lam

Minggu, 01 Maret 2009

KLASIFIKASI MEDIA PEMBELAJARAN

A. PENGELOMPOKAN MEDIA PEMBELAJARAN
Pada dasarnya media yang banyak digunakan untuk kegiatan
pembelajaran adalah media komunikasi. Oleh karena itu dalam
pembahasan taksonomi ini akan digunakan taksonomi yang
dikemukakan oleh Haney dan Ulmer (1981).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam
pengklasifikasian ini. Salah satu cara diantaranya ialah dengan
menekankan pada teknik yang dipergunakan dalam pembuatan
media tersebut. Sebagai contoh, seperti gambar, fotografi,
rekaman audio, dan sebagainya. Ada pula yang dilihat dari cara
yang dipergunakan untuk mengirimkan pesan. Contoh, ada
penyampaian yang disampaikan melalui siaran televisi dan
melalui optik. Berbagai bentuk presentasi media yang kita
terima, membuat kita sadar bahwa kita menerima informasi
dalam bentuk tertentu. Pesan-pesan tersebut dapat berupa
bahan cetakan, bunyi, bahan visual, gerakan, atau kombinasi
dari berbagai bentuk informasi ini.
Masih banyak ciri yang membedakan media yang satu
dengan yang lain, sehingga tidaklah mudah untuk menyusun
klasifikasi tunggal yang mencakup semua jenis media. Faktor
lain yang juga mempersulit klasifikasi ini ialah untuk
menentukan apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk
media. Sebagai contoh, beberapa ahli membedakan antara
media komunikasi dan alat bantu komunikasi. Yang menjadi
dasar utama dari pembedaan ini ialah apakah suatu sarana
komunikasi dapat menyampaikan program secara lengkap atau
tidak. Berdasarkan pembedaan ini, film dapat digolongkan
Media Pembelajaran
sebagai media, karena film dapat menyampaikan pesan yang
lengkap selama waktu putarnya. Sedangkan overhead
transparansi (OHT) digolongkan sebagai alat bantu saja, karena
OHT tidak dapat berdiri sendiri. Hal tersebut hanya dapat
digunakan oleh instruktur untuk membantu menerangkan
pembelajarannya. Walaupun pendapat ini masuk akal, tetapi di
sini kita akan membahas media dalam perspektif yang lebih
luas, yaitu semua alat atau bahan yang dapat digunakan untuk
kegiatan pembelajaran, sesuai dengan pengertian media
pembelajaran sebelumnya (di bagian depan).
Selain alat-alat pembelajaran yang sederhana, masih
ada beberapa teknik atau sistem pembelajaran yang
sedemikian kompleks, sehingga jauh melebihi pengertian media
yang biasa kita gunakan. Sebagai contoh, simulator, pengajaran
dengan bantuan komputer, mesin pembelajaran, dan
permainan pendidikan. Oleh karena itu untuk mengembangkan
suatu sistem klasifikas yang dapat mencakup berbagai macam
sarana komunikasi, kita harus menggunakan pandangan yang
lluas mengenai pengertian media, yaitu dengan memasukkan
segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya oleh seorang
instruktur untuk meningkatkan pembelajaran. Kita ingin
mengembangkan pandangan bahwa tidak ada satu carapun yang
baku dalam pembelajaran dan ingin mendorong para instruktur
agar menganggap berbagai bentuk media itu sebagai pilihanpilihan
untuk digunakan dalam meningkatkan kegiatan belajar.
Memang, seringkali media hanya digunakan untuk membantu
menghidupkan keterangan yang diberikan oleh seorang
instruktur. Akan tetapi diharapkn untuk masa sekarang dan
masa yang akan datang, pemanfaatan media oleh
instruktur/guru tersebut akan lebih imajinatif dan lebih
bermanfaat bagi para siswa.
Untuk keperluan pengklasifikasian media itu, pertamatama
harus diketahui “Sifat umum apa yang dimiliki oleh
berbagai media seperti buku, slide, rekaman audio, yang
orang mengenali benda-bendatersebut sebagai bentuk
media?” jawabannya terletak pada fungsinya, yaitu apa yang
dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Semuanya
menyampaikan pesan yang disusun ke dalam bentuk informasi
audio visual yang dasar ataupun lebih. Menurut Rudy Brezt ada
lima bentuk dasar informasi, yaitu gambar, cetakan, grafik
garis, suara, dan gerakan.
Klasifikasi Media 14
Media Pembelajaran
Karena msing-masing mewakili bentuk penyampaian
informasi yang berbeda-beda, kita akan menyebutnya sebagai
bentuk penyajian. Istilah ini diberikan oleh Donald T. Tosti dan
John R. Ball. Karena itu semua media yang menyampaikan
pesan melalui bentuk-bentuk ini akan disebut media penyaji.
Media penyaji meliputi sebagian besar media yang populer, dan
merupakan salah satu dari kategori pokok media yang sedang
kita bahas. Di samping itu masih ada dua kategori pokok lain
untuk menjaring semua sarana yang bermanfaat bagi seorang
instruktur, yang akan dijelaskan kemudian.
Menurut bentuk informasi yang digunakan, kita dapat
memisahkan dan mengklasifikasi media penyaji dalam lima
kelompok besar, yaitu media visual diam, media visual gerak,
media audio, media audio visual diam, dan media audio visual
gerak. Kemudian dapat kita teliti media ini untuk membedakan
proses yang dipakai untuk menyajikan pesan, bagaimana suara
dn atau gambar itu kta terima, apakah melalui penglihatan
langsung, proyeksi optik, proyeksi elektronik atau
telekomunikasi. Kita akan keempat cara ini sebagai cara
penyajian dari sebuah media.
Dengan menganalisis media melalui bentuk penyajian
dan cara penyajiannya, kita mendapatkan suatu format
klasifikasi yang meliputi tujuh kelompok media penyaji, yaitu
(a) kelompok kesatu; grafis, bahan cetak, dan gambar diam, (b)
kelompok kedua; media proyeksi diam, (c) kelompok ketiga;
media audio, (d) kelompok keempat; media audio, (e)
kelompok kelima; media gambar hidup/film, (f) kelompok
keenam; media televisi, dan (g) kelompok ketujuh; multi
media.
Perlu kita ingat bahwa masih ada media lain yang tidak
termasuk media penyaji, yaitu media objek dan media
interaktif. Kedua media ini akan dibicarakan secara khusus
setelah selesai membahas masing-masing ketujuh kelompok
media penyaji.
B. KELOMPOK KESATU : MEDIA GRAFIS, BAHAN CETAK DAN
GAMBAR DIAM
a. MEDIA GRAFIS
Media grafis adalah media visual yang menyajikan fakta, ide
atau gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka-
Klasifikasi Media 15
Media Pembelajaran
angka, dan simbol/gambar. Grafis biasanya digunakan untuk
menarik perhatian, memperjelas sajian ide, dan
mengilustrasikan fakta-fakta sehingga menarik dan diingat
orang.
Yang termasuk media grafis antara lain :
1. Grafik, yaitu penyajian data berangka melalui perpaduan
antara angka, garis, dan simbol.
2. Diagram, yaitu gambaran yang sederhana yang dirancang
untuk memperlihatkan hubungan timbal balik yang biasanya
disajikan melalui garis-garis simbol.
3. Bagan, yaitu perpaduan sajian kata-kata, garis, dan simbol
yang merupakan ringkasan suatu proses, perkembangan,
atau hubungan-hubungan penting.
4. Sketsa, yaitu gambar yang sederhana atau draft kasar yang
melukiskan bagian-bagian pokok dari suatu bentuk gambar.
5. Poster, yaitu sajian kombinasi visual yang jelas, menyolok,
dan menarik dengan maksud untuk menarik perhatian orang
yang lewat.
6. Papan Flanel, yaitu papan yang berlapis kain flanel untuk
menyajikan gambar atau kata-kata yang mudah ditempel
dan mudah pula dilepas.
7. Bulletin Board, yaitu papan biasa tanpa dilapisi kain flanel.
Gambar-gambar atau tulisan-tulisan biasanya langsung
ditempelkan dengan menggunakan lem atau alat penempel
lainnya.
Kelebihan Media Grafis
1. Dapat mempermudah dan mempercepat pemahaman siswa
terhadap pesan yang disajikan.
2. Dapat dilengkapi dengan warna-warna sehingga lebih
menarik perhatian siswa.
3. Pembuatannya mudah dan harganya murah.
Kelemahan Media Grafis
1. Membutuhkan keterampilan khusus dalam pembuatannya,
terutama untuk grafis yang lebih kompleks.
2. Penyajian pesan hanya berupa unsur visual.
Klasifikasi Media 16
Media Pembelajaran
b. MEDIA BAHAN CETAK
Media bahan cetak adalah media visual yang
pembuatannya melalui proses pencetakan/printing atau offset.
Media bahan cetak ini menyajikannya pesannya melalui huruf
dan gambar-gambar yang diilustrasikan untuk lebih
memperjelas pesan atau informasi yang disajikan.
Jenis media bahan cetak ini diantaranya adalah :
1. Buku Teks, yaitu buku tentang suatu bidang studi atau ilmu
tertentu yang disusun untuk memudahkan para guru dan
siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran.
Penyusunan buku teks ini disesuaikan dengan urutan
(sequence) dan ruang lingkup (scope) GBPP tiap bidang studi
tertentu.
2. Modul, yaitu suatu paket progaram yang disusun dalam
bentuk satuan tertentu dan didesain sedemikian rupa guna
kepentingan belajar siswa. Satu paket modul biasanya
memiliki komponen petunjuk guru, lembaran kegiatan
siswa, lembaran kerja siswa, kunci lembaran kerja,
lembaran tes, dan kunci lembaran tes.
3. Bahan Pengajaran Terprogram, yaitu paket program
pengajaran individual, hampir sama dengan modul.
Perbedaannya dengan modul, bahan pengajaran terprogram
ini disusun dalam topik-topik kecil untuk setiap
bingkai/halamannya. Satu bingkai biasanya berisi informasi
yang merupakan bahan ajaran, pertanyaan, dan
balikan/respons dari pertanyaan bingkai lain.
Kelebihan Media Bahan Cetak
1. Dapat menyajikan pesan atau informasi dalam jumlah yang
banyak.
2. Pesan atau informasi dapat dipelajari oleh siswa sesuai
dengan kebutuhan, minat, dan kecepatan masing-masing.
3. Dapat dipelajari kapan dan dimana saja karena mudah
dibawa.
4. Akan lebih menarik apabila dilengkapi dengan gambar dan
warna.
5. Perbaikan/revisi mudah dilakukan.
Klasifikasi Media 17
Media Pembelajaran
Kelemahan Media Bahan Cetak
1. Proses pembuatannya membutuhkan waktu yang cukup
lama.
2. Bahan cetak yang tebal mungkin dapat membosankan dan
mematikan minat siswa untuk membacanya.
3. Apabila jilid dan kertasnya jelek, bahan cetak akan mudah
rusak dan sobek.
3. MEDIA GAMBAR DIAM
Media gambar diam adalah media visual yang berupa
gambar yang dihasilkan melalui proses fotografi. Jenis media
gambar ini adalah foto.
Kelebihan Media Gambar Diam
1. Dibandingkan dengan grafis, media foto ini lebih konkret.
2. Dapat menunjukkan perbandingan yang tepat dari objek
yang sebenarnya.
3. Pembuatannya mudah dan harganya murah.
Kelemahan Media Gambar Diam
1. Biasanya ukurannya terbatas sehingga kurang efektif untuk
pembelajaran kelompok besar.
2. Perbandingan yang kurang tepat dari suatu objek akan
menimbulkan kesalahan persepsi.
C. KELOMPOK KEDUA : MEDIA PROYEKSI DIAM
Media proyeksi diam adalah media visual yang
diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan, dimana
hasil proyeksinya tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur
gerakan.
Jenis media ini diantaranya : OHP/OHT, Opaque
Projector, Slide, dan Filmstrip.
1. MEDIA OHP DAN OHT
OHT (Overhead Transparency) adalah media visual yang
diproyeksikan melalui alat proyeksi yang disebut OHP
(Overhead Projector). OHT terbuat dari bahan transparan yang
biasanya berukuran 8,5 X 11 inci.
Ada 3 jenis bahan yang dapat digunakan sebagai OHT,
yaitu :
Klasifikasi Media 18
Media Pembelajaran
1. Write on film (plastik transparansi), yaitu jenis transparansi
yang dapat ditulisi atau digambari secara langsung dengan
menggunakan spidol.
2. PPC transparency film (PPC= Plain Paper Copier), yaitu jenis
transparansi yang dapat diberi tulisan atau gambar dengan
menggunakan mesin photocopy.
3. Infrared transparency film, yaitu jenis transparansi yang
dapat diberi tulisan atau gambar dengan menggunakan
mesin thermofax.
OHP (Overhead Projector) adalah media yang digunakan
untuk memproyeksikan program-program transparansi pada
sebuah layar. Biasanya alat ini digunakan untuk menggantikan
papan tulis.
Ada dua jenis model OHP, yaitu :
1. OHP Classroom, yaitu OHP yang dirancang dan dibuat secara
permanen untuk disimpan di suatu kelas atau ruangan.
Biasanya memiliki bobot yang lebih berat dibandingkan
dengan OHP jenis portable.
2. OHP Portable, yaitu OHP yang dirancang agar mudah dibawa
kemana-mana, sehingga ukuran dan bobot beratnya lebih
ringkas.
Kelebihan Media OHT/OHP
1. Dapat digunakan untuk menyajikan pesan di semua ukuran
ruangan kelas.
2. Menarik, karena memungkinkan penyajian yang variatif dan
disertai dengan warna-warna yang menarik.
3. Tatap muka dengan siswa selalu terjaga dan memungkinkan
siswa untuk mencatat hal-hal yang penting.
4. Tidak memerlukan operator secara khusus dan tidak pula
memerlukan penggelapan ruangan.
5. Dapat menyajikan pesan yang banyak dalam waktu yang
relatif singkat.
6. Program OHT dapat digunakan berulang-ulang.
Kelemahan Media OHT/OHP
1. Memerlukan perencanaan yang matang dalam pembuatan
dan penyajiannya.
2. OHT dan OHP merupakan hal yang tak dapat dipisahkan,
karena sebuah gambar dalam kertas biasa tidak bisa
diproyeksikan melalui OHP.